Selasa, 30 September 2014

Idul Adha ikut Pemerintah Indonesia atau Arab Saudi ? Oleh: Fadhel Ahmad

Tahun ini ( 2014 ) dipastikan Idul Adha antara Indonesia dengan Arab Saudi berbeda.

Pemerintah Melalui Kementerian Agama memutuskan Idul Adha jatuh pada Ahad/Minggu 5 Oktober, sementara Pemerintah Arab Saudi menetapkan Idul Adha jatuh pada Sabtu, 4 Oktober. Sehingga otomatis Wukuf di Arafah bertepatan dengan tanggal 3 Oktober
Bagi yang mengikuti ketetapan Pemerintah, maka ia akan berpuasa Arafah bertepatan dengan perayaan Idul Adha di Saudi, yaitu tanggal 4 Oktober.

Dari sinilah kemudian muncul pertanyaan, kapan kita yang berada di Indonesia ini berpuasa Arafah dan berhari raya kurban? Apakah tetap mengikuti pemerintah kita atau mengikuti Arab Saudi?
Para ulama rahimahumullah berbeda pendapat, apakah jika hilal telah tampak di suatu negeri,

- Kemudian mengharuskan kaum muslimin di seluruh negeri untuk mengikuti negeri tersebut ( Madzhab Mayoritas Ulama, Madzhab Hanafy juga Madzhab Maliki, demikian pula sebagian Madzhab Syafi’I dan paling Masyhur pada Madzhab Hanbaly, Imam Asy Syaukany, Syaikh Al Albany dan juga Fauzan )
- ataukah kewajiban itu hanya bagi yang melihat hilal saja dan juga bagi negeri yang satu mathla’ dengannya (Pendapat paling shahih pada Madzhab Syafi’I, dan Sebagian Madzhab Maliki dan Hanafy serta satu pendapat dari Madzhab Hanbaly.Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan juga Syaikh Muhammad Bin Shalih Al Utsaimin )
- atau kewajiban itu juga berlaku bagi yang melihat hilal dan siapa saja yang berada di pemerintahan (negara) yang sama ( Pendapat Imam Salim, Qoosim dan Ishaq )
Guru kami Al Ustadz Dzulqarnain Sunusi, Murid Syaikh Shalih Al Fauzan lebih menguatkan pendapat pertama

Kembali kepersoalan inti.

Dari Uraian diatas diketahui, jika mengikuti pendapat pertama, maka ia akan mengikutu Saudi dalam Puasa Arofah dan Idul Adha, karena di Saudi sudah Nampak hilal pada sore hari Rabu.

Bila seseorang mengikuti pendapat kedua maka yang megikuti Saudi adalah Negara yang satu Mathla’/berdekatan dengannya.

Jika mengikuti pendapat ketiga maka tidak perlu mengikuti Saudi apabila dinegeri tempat tinggalnya belum terlihat hilal, seperti kasus saat ini di Indonesia.

Namun yang menarik dalam permasalahan khilafiyah ini, sebagian ulama, diantaranya Syaikh Muhammad Bin Shalih Al Utsaimin menuturkan

وبناء على هذا صوموا وأفطروا كما يصوم ويفطر أهل البلد الذي أنتم فيه سواء وافق بلدكم الأصلي أو خالفه ، وكذلك يوم عرفة اتبعوا البلد الذي أنتم فيه 
“ Berdasarkan ini semua, hendaklah kalian berpuasa dan berbuka (berhari raya) sebagaimana puasa dan berbuka (berhari raya) yang dilakukan di negeri kalian berada (yaitu mengikuti keputusan pemerintah). Sama saja apakah keputusan ini sesuai dengan negeri asal kalian atau berbeda. Begitu juga dengan hari (puasa) Arafah, hendaklah kalian mengikuti negeri yang kalian berada di sana” ( Majmu’ Fatawa Jilid 9 Hal 41 )
Dari ungkapan Syaikh diatas, kita ketahui bahwa beliau menasihatkan agar setiap kaum muslimin mengikuti Puasa Arofah dan Idul Adha sesuai ketetapan pemerintah setempat.
Diantara yang berpendapat demikian adalah Ustadz Dr Muhammad Arifin ( ALumni S3 Universitas Islam Madinah )
Pendapat lain
Walaupun banyak ulama yang menasihatkan agar setiap kaum muslimin mengikuti ketetapan Pemerintah dalam hal Puasa Ramadhan dan Idul Fithri, Namun sebagian ulama berpendapat bahwa dalam hal puasa Arafah dan Idul Adha, setiap kaum muslimin mengikuti ketetapan Kerajaan Arab Saudi, tempat dilaksanakannya manasik haji.
Syaikh ‘Utsman bin ‘Abdillah As-Salimi hafizhahullah, salah seorang ulama besar di Yaman, dan termasuk murid senior Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi rahimauhllah.
عيد الأضحى الواجب على كل المسلمين أن يكونوا تبعا لأرض الحرمين لأن الحج فيهما والعبرة بالحج ويوم عرفة فأنتم تصومون يوم عرفة حين تصوم السعودية حين يقف الناس والحجيج بعرفات وأما ولي الأمر ليس له أن يخالف الأمة الاسلامية سواء في المغرب أو في غير المغرب لكن إن خشيتم الفتنة إن استطعتم تذبحوا سرا يوم النحر وإلا اليوم الثاني ما عليكم، أيام النحر فهي كثيرة يوم النحر واليوم الحادي عشر واليوم الثاني عشر والصحيح أيضا اليوم الثالث عشر كما يقول الشافعي وجماعة فأنتم مخيرون ما عليكم بأس لو تأخرتم إذا خشيتم الفتنة ما عليكم بأس أن تؤخروا مع بلدكم وبالله التوفيق ولكن تشعرون بالعيد أنه مع السعودية وفقكم الله.
يصلون اليوم الثاني ما دام أن البلد كله سيعيد مع ولي الأمر خشية الفتن يجوز تأخيره إلى
Lihat:  http://www.ajurry.com/vb/showthread.php?t=15735
“ Idul Adha wajib atas seluruh kaum muslimin untuk mengikuti negeri Al-Haramain (Arab Saudi), karena pelaksanaan ibadah haji berada di sana, sehingga yang dijadikan patokan adalah pelaksanaan ibadah haji dan hari Arafah (sesuai dengan yang di Arab Saudi), maka hendaknya kalian melaksanakan puasa hari Arafah ketika di negara Arab Saudi juga berpuasa, yaitu ketika para jama’ah haji melakukan wukuf di Arafah.
Adapun waliyul amr (pemerintah), baik di Maroko maupun negeri yang lain, tidak boleh bagi mereka untuk menyelisihi umat Islam (yang berpatokan pada pelaksanaan ibadah haji dan hari Arafah di Saudi tersebut).
Namun apabila kalian khawatir terjadinya fitnah, jika kalian sanggup, maka hendaknya kalian menyembelih hewan kurban pada hari nahr secara sembunyi-sembunyi. Kalau tidak mampu, maka pada hari keduanya tidak mengapa. Hari-hari penyembelihan itu banyak, yaitu hari nahr (10 Dzulhijjah), tanggal 11, tanggal 12, dan menurut pendapat yang benar adalah juga tanggal 13 sebagaimana yang dikatakan Asy-Syafi’i dan sekelompok ulama yang lain.
Sehingga kalian boleh memilih, tidak mengapa bagi kalian untuk mengakhirkan dan mengikuti negeri kalian dalam menyembelih hewan kurban jika khawatir timbul fitnah. Wabillahit taufiq.
Akan tetapi hendaknya kalian tetap merasa bahwa hari Id (yang benar) adalah bersama dengan negeri Saudi Arabia. Semoga Allah memberikan taufik kepada kalian.
Adapun untuk shalat id, maka dilakukan pada hari kedua (dari hari nahr, yaitu tanggal 11 Dzulhijjah) selama di negeri tersebut semuanya melaksanakan id bersama dengan pemerintah setempat, sehingga jika khawatir terjadi fitnah/masalah, maka boleh mengakhirkan shalat id pada hari kedua.
Syaikh Abdurrahman As Suhaim (dai ahlus sunah di Kementrian Wakaf dan Urusan Islam, Riyadh, KSA.) mengatakan:
والعبرة بوقوف الناس في " عرفة " ، ولا عبرة بِمن خالف إجماع امة الإسلام ، فأمّة الإسلام تحج وتقف وتُجمِع على أن يوم عرفة هو يوم الثلاثاء ، وهو اليوم الذي يقف فيه الناس

وبناء عليه فلا يجوز صيام يوم العيد ، وأيام التشريق ؛ وهي الحادي عشر والثاني عشر والثالث عشر . 

وبناء عليه فلا يجوز تأخير ذبح الأضاحي عن يوم السبت ، ولا تأخير صلاة العيد عن يوم الأربعاء . ( هذا للعام 1428 هـ

والله أعلم


“ Yang menjadi ukuran adalah Wukuf nya orang – orang di Arofah, Dan tidaklah dianggap mereka – mereka yang menyelisihi kesepakatan kaum muslimin. Karena kaum muslimin berhaji dan wukuf dan juga sepakat bahwa hari Arofah adalah hari selasa, yaitu hari dimana orang – orang wukuf padanya.

Atas dasar ini, tidak boleh orang puasa pada hari raya dan hari – hari tasyriq, yaitu tanggal 11, 12 dan 13.

Atas dasar ini pula tidak boleh mengakhirkan menyembelih hingga lewat hari sabtu, tidak boleh juga mengakhirkan sholat Id dari hari Rabu.” ( Tahun 1428 )

Ustadz Abdul Hakim Abdat ( Da’I Ahlussunnah Jakarta ) mengatakan:
 “ Didalam hadits yang mulia ini terdapat dalil dan hujjah yang sangat kuat tentang waktu puasa Arafah, Yaitu ada hari arafah ketika manusia Wukuf di Arafah. Karena Puasa Arafah itu terkait Waktu dan Tempat. Bukan dengan waktu saja seperti umumnya puasa – puasa yang lain. Oleh karena Puasa arafah itu terkait dengan tempat, sedangkan Arafah hanya berada di satu tempat yaitu di Saudi Arabia di dekat kota Makkah bukan di Indonesia atu negeri – negeri lain, maka Waktu puasa arafah adalah ketika kaum muslimin Wuquf di Arafah. Seperti tahun ini 1425/2004 ( seperti tertulis dalam buku ) Wukuf jatuh pada hari Rabu, maka seluruh kaum muslimin di Indonesia dan diseluruh negeri puasa Arafahnya pada hari Rabu dan Idul Adhanya pada hari kamis. Bukan sesudahnya yakni puasanya hari kamis dan ied nya pada hari jum’at dengan alas an mengikuti rukyah masing masing seperti halnya bulan Ramadhan dan Idul Fithri “
“ Tidak bisa disamakan hukumnya antara Ramadhan dan Idul Fithri tanggal satu Syawwal dengan puasa hari Arafah dan Idul Adha. Jelas sekali untuk puasa di bulan Ramadhan dan Idul Fithri bahwa masing – masing negeri atau negeri yang saling berdekatan mempunyai ru’yah masing – masing menurut pendapat sebagian ulama sebagaimana saya telah jelaskan dengan luas Al-Masaa-il jilid 2 masalah ke 39 (Al-Masaa-il Jilid 5 (Masalah 110) hal. 88-92 )
Bahkan dalam buku tersebut, beliau menganggap dalam masalah ini tidak boleh mentaati pemerintah jika pemerintah menetapkan Puasa Arafah dan Idul Adha berbeda dengan pelaksanaan haji di Arab Saudi
Kesimpulan:
Dari uraian diatas kita tahu bahwa terjadi perbedaan dikalangan para ulama dan da’I dalam masalah yang sedang kita bicarakan ini.

Bagi yang berpuasa Arafah dan Idul Adha mengikuti ketetapan Arab Saudi maka ia memiliki ulama dibelakangnya, demikian pula siapa yang mengikuti ketetapan Pemerintah Indonesia juga memiliki para ulama dibelakangnya

Namun yang menjadi catatan adalah, jika seseorang mengikuti ketetapan Arab Saudi maka ia berpuasa Arafah pada tanggal 3 Oktober, Adapun shalat Id dan Berkurbannya maka dilihat mashlahat madharatnya.

Sebagaimana yang disebutkan oleh Syaikh Utsman, jika dikhawatirkan fitnah/masalah, ia menjalankan shalat Id dan berkurban sesuai ketetapan pemerintah, dan ini dihitung udzur bagi mereka sebagaimana seseorang baru mengetahui masuk id setelah zawal/dhuhur dihari itu, maka ia menjalankan shalat id dihari berikutnya, Allahu a’lam,

Namun jika ada yang menyelenggarakan shalat Id sesuai dengan pemerintah Arab Saudi, maka ia bisa mengikutinya. Karena Pemerintah pun memberikan kebebasan kepada rakyatnya, sehingga seandainya ia melaksanakan Hari Raya berbeda dengan pemerintah tidak bisa dikatakan tidak taat kepada waliyul amr, Bahkan terkadang terjadi perbedaan antara Pemerintah Pusat dengan Daerah sebagaimana tahun ini tatkala Pemerintah Pusat memutuskan hari Ahad, ternyata Pemerintah Kabupaten Maros Sulawesi Selatan memutuskan secara resmi bahwa Id pada hari Sabtu


Wallahu a’lam Bis Showaab….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar