Jumat, 12 Oktober 2012

Jawaban Atas Tulisan Saudara Abdul Ghafur Al Malanji Oleh: Fadhel Ahmad



Bismillahirrahmanirrahiim
Dari Fadhel Ahmad Untuk Saudara Seiman Abdul Ghafur Al Malanji...

Ini adalah klarifikasi dari tulisan anda yang banyak menyudutkan saya secara sewenang-wenang dan dzalim. Pada dasarnya saya tidak ingin menanggapi tulisan anda, tetapi mengingat tulisan terbaru anda yang termuat di blog (........, sengaja tidak saya sebutkan alamat blog nya karena pada blog tersebut banyak kejanggalan dan menimbulkan permusuhan serta perpecahan ) sangat meresahkan banyak pihak, bukan hanya saya maka saya berupaya untuk menjawab  apa yang anda tulis tentang saya yang mana juga terkait dengan yang lain. Demikian juga tujuannya agar para pembaca blog anda mendapatkan informasi dari dua sudut agar terdapat keberimbangan dalam menilai. Demikian juga sebagai bentuk tanggung jawab dari sikap saya yang anda salahkan tanpa anda berbicara atau berdialog dahulu dengan saya. Maka Saya katakan:
Wahai Saudara Abdul Ghafur....Tidakkah anda menyadari bahwa pada dasarnya anda menampakan kejahilan anda dibalik tulisan yang terkesan ilmiah ini
1.      Anda menilai seseorang berdasarkan teman di Facebook, apakah ada yang bisa dijadikan dalil penilaian seseorang dilihat dari temannya semacam di Facebook, tentu tidak ada...!
Kalau anda berkata: المرئ على دين خليله, Seseorang Itu Diatas Agama Kholilnya....
Tahukah Anda Apa ma’na Kholil?, Kholil adalah teman dekat yang lebih dekat dari Habib...., Lantas bagaimana dengan Teman di Facebook?, Padahal banyak pertemanan di Facebook  yang mana satu sama lain tidak saling kenal...!
2.      Dengan dzolim nya anda Menuduh saya Bertindak tidak adab terhadap Ustadz Qomar Lc tatkala  saya mencantumkan nama beliau dalam profil saya di blog pribadi saya sebagai salah seorang guru saya . Anda pandang hal ini dalam rangka “melariskan” Pandangan saya atau Sikap Saya yang merekomendasi asatidzah yang anda nilai sebagai asatidzah ahlul bid’ah  hizbi.
Saya katakan: Ucapan anda ini dibangun diatas kedzoliman, su’u dzon alias prasangka buruk dan memperkeruh suasana..!
Sungguh pencantuman Ustadz Qomar dalam Profil pribadi saya itu semata – mata sebagai bentuk kesyukuran atas nikmat Allah yang mempertemukan saya dan juga mentakdirkan saya belajar kepada Ustadz besar seperti Ustadz Qomar, bukankah ini disyari’atkan untuk menyebut-nyebut nikmat Allah asal tanpa niat sombong...?!
Kemudian, Apakah setiap murid harus selalu seiya sekata dengan gurunya?, Bagaimana kalau sang murid tidak sepakat dengan gurunya dalam beberapa hal?, Tetapi dia lebih kepada pandangan dan sikap lain karena itulah ilmu yang sampai kepadanya..., dan juga karena sang murid lebih condong kepada pendapat ustadz yang lain dalam hal tsb?
Kemudian, adakah kata-kata saya yang terfahami “menyeret” Ustadz Qomar dalam hal sikap saya ini?!, buktikan wahai Abdul ghafur!
Kenapa anda tidak husnudzon ( berprasangka baik ) bahwa justru sikap ini merupakan kedewasaan dan sikap proporsional dimana walaupun saya tidak sepakat dengan ustadz Qomar dalam hal ini ( yaitu perihal asatidzah yang dianggap ahlul bid’ah oleh sebagian ustadz ) tetapi saya tetap menghormati dan mencintai beliau...
Tetapi itu tidak mungkin anda lakukan, karena tujuan anda adalah menjatuhkan...!
3.      Dengan dzolimnya Anda mensifati Saya Sebagai Bermuka Dua, Hal ini karena saya Menganggap Ustadz Qomar, Ustadz Luqman dan yang sejalan dengan beliau-beliau serta Ustadz  Dr Muhammad Arifin Badri , Ustadz Abdullah Zaen MA dan yang sejalan dengan beliau Sebagai Ahlussunnah sementara mereka berselisih dan berbeda pandangan dalam beberapa hal.
Saya Katakan: Saya memang menganggap mereka ahlussunnah semua, Tetapi Saya tidak menutup mata dari kekeliruan yang ada, sebagaimana saya tidak sepakat atas rekomendasi terhadap Yayasan  Ihyautturots dan Inipun Juga pandangan Dari Ustadz Abdullah Zaen MA Sebagaimana yang saya dengar sendiri tatkala berjumpa dengan beliau. Apakah Ini dikatakan sebagai Dzulwajhain?!, Allahulmusta’an...
إن كنت لا تدري فتلك المصيبة                      و إن كنت تدري فالمصيبة أعظم

4.      Ternyata Anda Juga Tidak Konsisten dengan Kaidah Anda
Anda Mengunakan Saya untuk menyerang Ustadz Hanan karena beliau sama-sama mengajar di  Majelis Al Barokah Semarang!, Kenapa anda Tidak sekalian menyerang asatidzah yang lain karena Saya, seperti Ustadz Jauhari, Lc dll?!, Kemudian juga kenapa anda tidak mentahdzir Syaikh Dr Abdullah Al Bukhari, padahal beliau Mengajar Di Universitas Madinah yang mana di sana ada Syaikh Prof Dr Abdurrazzaq Al Abbad yang merekomendasi IT? Dan Jelas disana tidak seluruh Dosennya Salafy?!.
Kalau anda berkata Bahwa Syaikh Al Bukhari berbeda dengan mereka semua, maka saya katakan Sudahkah anda bertanya kepada Ustadz Hanan, apakah anda sama mauqifnya dengan Fadhel Ahmad?, Sangkaan saya Anda tidak akan bertaya karena tujuan anda adalah menjatuhkan ustadz Hanan! Allahul musta’an
5.      Dan ternyata anda juga tidak begitu mengenal Majelis Al Barokah dan apa yang ada di dalamnya, Ketahuilah bahwa Saya bertemu dengan Ustadz Hanan Hanya Sekali Sebulan dan saya Pun tidak begitu akrab dengan beliau, terlebih lagi Pemilik Majelis tersebut tidak sependapat dengan saya ( walaupun nampaknya beliau memahami sikap saya ), dan yang terakhir Saya sudah lama tidak mengajar di sana karena saya sudah pindah ke kota kelahiran saya. Sungguh aneh jika anda menghantam Ustadz Hanan karena “ bergaul “ dengan Saya...!
6.      Lebih konyol lagi anda menyebut Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal sebagai Ustadz Saya... Sungguh kedustaan yang besar
7.      Terakhir wahai abdul ghofur
Masalah men jarh dan men ta’dil itu masalah ijtihadiyah....
Kalau saya manganggap asatidzah yang kalian hizbikan sebagai ahlussunnah itu karena itulah ilmu yang sampai kepada saya, dan aku tidak merasa bersalah pada guruku ustadz qomar karena memang masalah ini adalah masalah ijtihad

Hanya orang – orang semacam kalian saja yang punya manhaj aneh “ efek domino “ Siapa yang tidak menghizbikan orang yang sudah kalian hizbikan maka dia hizbi atau minimalnya Bermasalah.
Perhatikan kisah yang saya sebutkan di bawah ini, maka anda akan tahu  bahwa masalah  jarh wa ta’dil ini ijtihadiyah dan seseorang tidak boleh memaksa orang lain untuk sepakat dengan dia.
Kemudian Saya katakan: Haruskah Saya sepakat dalam perkara yang tidak harus untuk Saya sepakat?
Ataukah anda ingin menjadi pemaksa?!

8.      Sebelum menyebutkan kisah tersebut satu lagi saya minta kepada anda
·         Tolong sebutkan letak kehizbiyahan semacam Ustadz Dr Muhammad Arifin Baderi?
·         Kalau anda tidak mampu maka pastikan anda sedang diatas hawa nafsu
·         Apakah kesalahan yang ada pada asatidzah tsb adalah kesalahan manhajiyah yang mengeluarkan seseorang dari ahlussunnah ?!

Perbedaan Ulama Ahli Hadits Dalam Jarh wa Ta’dil
Uraian berikut ini mudah-mudahan bermanfaat bagi kita semua agar paham bahwa perkara jarh wa ta’dil adalah perkara ijtihadiyah, jangan seorang gampang melecehkan manusia hanya karena perkara
ini, dan sebaiknya mereka hati-hati menjaga lisan-lisan mereka, kecuali ketika para imam sepakat mencela seorang figur maka umat pun harus merujuk kepada kesepakatan mereka.

----------------------------------------------------

Kisah Al-Hafizh Adz-Dzuhali dan Imam Bukhori

Berkata Al-Hafidz Adz-Dzahabi dalam Tadzkirah al-Hufadz (2/87), tentang Muhammad ibn Yahya Adz-Dzuhali :

الذهلي الإمام شيخ الإسلام حافظ نيسابور أبو عبد الله محمد بن يحيى بن عبد الله بن خالد بن فارس النيسابوري

“adz-Dzuhali adalah al-Imam Syaikhul Islam, Hafidz kota Nisabur, Abu Abdillah Muhammad ibn Yahya ibn Abdullah ibn Khalid ibn Faris An-Nisaburi”.

Beliau menjelaskan:

مشيخة العلم بخراسان مع الثقة والصيانة والدين ومتابعة السنن

“Kepemimpinan ilmu di wilayah Khurasan berada di tangannya, ia terpercaya (tsiqah), berhati-hati dalam agama dan konsisten menjalankan sunnah… “.

Lalu beliau mengutip perkataan ahli hadits yang lain yang sepakat akan kredibilitas Adz-Dzuhali:

وقال أبو حاتم: هو إمام أهل زمانه. وقال أبو بكر بن زياد: كان أمير المؤمنين في الحديث

Abu Hatim berkata: “Beliau adalah imam ahli zamannya.’ Abu Bakar ibn Ziyad berkata: “Beliau adalah Amirul Mukminin dalam disiplin ilmu hadis.”

Dan silahkan lihat biografinya dalam Tahdzib Al-Kamal (3/1286), Tahdzib At-Tahdzib (9/511), Taqrib At-Tahdzib (2/217), Jarh wa Ta’dil (8/561), Tarikh Baghdad (3/415), Siyaru A’lam an-Nubala (12/273) dan lainnya.

Ketahuilah dahulu ia adalah guru Imam Bukhari, dan pernah berkata tentang imam Bukhori ketika Bukhori datang ke Nisabur:

اذهبوا إلى هذا الرجل العالم الصالح فاسمعوا منه

‘Pergilah kepada orang alim yang shalih itu dan dengarlah hadis darinya!’ [Tarikh Baghdad (2/30)].

Tetapi kemudian fitnah menimpa Imam Bukhori dimana beliau dituduh mengatakan : “Ucapan/bacaanku ‘lafadz-lafadz’ Al-Qur’an itu makhluq”. Ucapan ini dianggap oleh beliau ucapan bid’ah yang wajib umat diperingatkan darinya. Adz-Dzuhali kemudian menghajr, mentahdzir imam Bukhori dan melarang para muridnya menghadiri majelisnya.

Al-Khatib Al-Baghdadi meriwayatkan dalam Tarikh Baghdad (2/31-32):

محمد بن يحيى يقول القران كلام الله غير مخلوق من جميع جهاته وحيث يتصرف فمن لزم هذا استغنى عن اللفظ وعما سواه من الكلام في القران ومن زعم ان القران مخلوق فقد كفر وخرج عن الإيمان وبانت منه امرأته يستتاب فان تاب والا ضربت عنقه وجعل ماله فيئا بين المسلمين ولم يدفن في مقابر المسلمين ومن وقف وقال لا أقول مخلوق أو غير مخلوق فقد ضاهى الكفر ومن زعم ان لفظى بالقران مخلوق فهذا مبتدع لا يجالس ولا يكلم ومن ذهب بعد مجلسنا هذا إلى محمد بن إسماعيل البخاري فاتهموه فإنه لا يحضر مجلسه الا من كان على مثل مذهبه
Muhammad ibn Yahya (Adz Dzuhali) berfatwa, “Al Qur’an adalah Kalamulah, ia bukan makhluq dari segala sisinya. Barangsiapa mengklaim bahwa Al Qur’an adalah makhluq, maka ia benar-benar telah kafir, keluar dari keimanan, istrinya harus dipisa
hkan darinya, ia harus diminta untuk bertaubat, jika bertaubat (maka diterima), jika tidak kepalanya harus dipenggal, dan hartanya harus dibagi di antara kaum Muslim sebagai harta fai’. Ia tidak boleh dikuburkan di perkuburan kaum Muslim. Barangsiapa bersikap waqf (diam) dan berkata, ‘Saya tidak mengatakan bahwa Al Qur’an makhluq atau bukan makhluq maka ia telah menyamai kekufuran. Barangsiapa berkata, ucapan/bacaanku lafadz-lafadz Al Qur’an itu makhluq, maka ia adalah seorang ahli bid’ah, tidak boleh diajak duduk dan diajak berbicara. Barangsiapa setelah mendengar keterangan kami di majlis ini, lalu mendatangi Muhammad ibn Ismail al-Bukhari maka curigai ia, sebab tidak hadir di majlisnya kecuali orang yang berpandangan seperti mazhab (pandangan)-nya”.

Maka ditinggalkanlah Imam Bukhori oleh orang-orang Nisabur, sebagai ketaatan kepada Al-Hafidz Adz- Adz-Dzuhali, lalu dia berkata, “Aku tidak mau tinggal senegeri dengan dia (Bukhori)”, maka Bukhori pun kemudian pergi meninggalkan negeri itu.

Akan tetapi, apakah jarh dari guru Bukhori itu diterima? Dan bandingkan dengan pujian dari para ulama dan ijma kaum muslimin menerima Bukhari, bahkan kitab Shahihnya dijadikan rujukan setelah Kitabullah. Bukankah itu pujian yang tidak tertandingi oleh orang-orang di zamannya dan setelahnya?.

Lalu apakah kita juga harus balik menghajr Adz-Dzuhali karena kesalahannya menghajr Imam Bukhori seperti pengamalan Manhaj Jenghis Khan??. Atau kenapa para ulama menyelisihi Manhaj Jenghis Khan dengan masih saja memuji adz-Dzuhali yang jelas-jelas menghajr Amirulmukminin fi hadits semacam Imam Bukhori?.

Semoga bermanfaat bagi benar-benar mencari kebenaran.......

1 komentar:

  1. Barakallahu fikum akh.. ru tau kronolisnya, niki tulisanipun syarat dengan nasehat. ora dipaksaan koyok blog nya orangnya malang itu, kaku tur begajulan

    Akhukum Abu najmah

    BalasHapus