Senin, 26 Desember 2011

Liyangan, Kota yang Hilang karena Letusan Sindoro

Diperkirakan di atas Talud ini dahulu ada bangunan besar semacam pendopo.
Liyangan adalah kota yang hilang karena terkubur. Demikian ucapan salah seorang wisatawan dan peneliti kepurbakalaan dari Amerika Serikat yang pernah berkunjung di situs Liyangan, yang ditemukan secara tak sengaja oleh penambang pasir di dusun Purbosari,KecamatanNgadirejo,Temanggung.Liyangan pada zaman dahulu diperkirakan merupakan salah satu kompleks perdusunan yang terkubur akibat bencana erupsi Sindoro. Belum diketahui pada abad berapa Liyangan ini terkubur oleh lahar dari Gunung Sindoro. Menurut seorang peneliti dari Belanda bernama Bemmelen (1970), antara tahun 1600-1671 telah terjadi bencana hebat berupa meletusnya Gunung Sindoro sebanyak tiga kali. Jadi kalau benar berita tentang erupsi Gunung Sindoro ini, berarti Liyangan adalah saksi bisu bagaimana Sindoro meluluhlantakkan daerah sekitarnya.Menurut Tambah Pramono, juru pelihara Situs Liyangan, sekitar tahun 2008 beberapa penambang pasir menemukan beberapa temuan, seperti dua candi Ganesha, gerabah, talut (semacam fondasi dari bebatuan), alat penumbuk rempah-rempah dan beberapa yoni

Fatawa Seputar Perayaan Tahun Baru (Masehi dan Muharram) Ust Abu Muawiyah

Fatawa Seputar Perayaan Tahun Baru (Masehi dan Muharram)
Perlu diketahui bahwa pengkhususan hari-hari tertentu, atau bulan-bulan tertentu, atau tahun-tahun tertentu sebagai hari besar/hari raya (id) adalah kembalinya kepada penentuan dari syari’at, bukan kepada adat kebiasaan dan kesepakatan manusia. Oleh karena itu ketika Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam datang datang ke Madinah, dalam keadaan penduduk Madinah memiliki dua hari besar yang mereka bergembira padanya, maka beliau bertanya, “Apakah dua hari ini?” maka mereka menjawab, “(Hari besar) yang kami biasa bergembira padanya pada masa jahiliyyah. Maka Rasulullâh shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah telah menggantikan dua hari tersebut dengan hari raya yang lebih baik, yaitu ‘Idul Adh-ha dan ‘Idul Fitri.“ Haditsnya akan datang
Kalau seandainya hari-hari besar dalam Islam itu mengikuti adat kebiasaan, maka manusia akan seenaknya menjadikan setiap kejadian penting sebagai hari raya, dan hari raya syar’i tidak akan ada gunanya. Demikian keterangan dari Asy-Syaikh Ibnu Al-Utsaimin –rahimahullah dalam Majmû Fatâwâ wa Rasâ`il pertanyaan no. 8131
Karenanya perayaan tahun baru ini tidak pernah ada pada zaman Nabi -alaihishshalatu wassalam-, para sahabatnya bahkan sampai empat abad setelahnya. Perayaan ini termasuk perayaan yang dimunculkan oleh khilafah Al-Fathimiyyun pada abad ke-4 hijriah atau tepatnya tahun 362 H.

Minggu, 25 Desember 2011

HARUSKAH MEMBENCI IBNU TAIMIYYAH?? (Padahal Ibnu Hajar Al-Asqolaani dan para ulama syafi'iyah terkmuka lainnya telah memuji Ibnu Taimiyyah dengan pujian setinggi langit)

Terlalu banyak tuduhan-tuduhan dusta ditujukan kepada Ibnu Taimiyyah untuk memudarkan cahaya kebaikan beliau rahimahullah. Kedustaan-kedustaan ini sebagian besarnya telah dibantah dalam sebuah disertasi untuk meraih gelar doktoral yang berjudul دَعَاوَى الْمُنَاوِئِيْنَ لِشَيْخِ الإِسْلاَمِ ابْنِ تَيْمِيَّةَ (Tuduhan-Tuduhan Musuh-Musuh Ibnu Taimiyyah) yang ditulis oleh As-Syaikh Abdullah bin Sholeh bin Abdul Aziiz al-Gushn. (silahkan di download di http://waqfeya.net/book.php?bid=1876). Bahkan yang lebih sadis dari sekedar-sekedar tuduhan dusta, ternyata ada sebagian orang yang menggabungkan antara tuduhan dusta dan sekaligus mengkafirkan Ibnu Taimiyyah. Sebagaimana yang telah dilakukan oleh Abu Salafy yang telah menuduh Ibnu Taimiyyah dengan tuduhan palsu sekaligus menuduh Ibnu Taimiyyah sebagai gembong kaum munafik (lihat kembali http://www.firanda.com/index.php/artikel/bantahan/117-tipu-muslihat-abu-salafy-cs-3-qtuduhan-ustadz-abu-salafy-bahwasanya-ibnu-taimiyyah-mencela-ali-dan-umarq). Disinyalir Abu Salafy dialah si Idahram yang juga tukang dusta. Ternyata gaya-gaya Abu Salafy ini hanyalah mengikuti gurunya Habib Hasan Saqqoof yang juga telah menuduh dengan tuduhan-tuduhan dusta serta mengkafirkan Ibnu Taimiyyah. Hal ini telah ditegaskan oleh Habib Wahabi Alawi bin Abdil Qodir As-Saqoof, beliau berkata : "Dahulu saya pernah membaca beberapa buku karya Hassaan bin Ali As-Saqqoof, akan tetapi seingatku saya tidak pernah selesai membaca satu bukupun dari buku-buku tersebut karena saya terasa muak dan merinding tatkala melihat celaan, ejekan, hinaan, dan makiannya terhadap para imam Ahlus Sunnah. Kemudian terakhir-terakhir ini tatkala saya mendengar suatu tayangan di channel Mustaqillah dimana dia telah mengkafirkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah maka sayapun turut berpartisipasi untuk membantahnya…" ('Abats Ahil Ahwaa' bi Turoots al-Ummah hal 5-6, silahkan download di http://waqfeya.net/book.php?bid=5414)

Kamis, 22 Desember 2011

FATWA MAJLIS ULAMA INDONESIA Tentang Perayaan Natal Bersama

  FATWA
MAJLIS ULAMA INDONESIA
Tentang Perayaan Natal Bersama
Memperhatikan :
Perayaan Natal Bersama pada akhir-akhir ini disalah-artikan oleh sebagian ummat Islam dan disangka sama dengan ummat Islam merayakan Maulid Nabi Besar Muhammad saw.(1)
Karena salah pengertian tersebut ada sebagian orang Islam yang ikut dalam perayaan Natal dan duduk dalam kepanitiaan Natal.
Perayaan Natal bagi orang-orang Kristen adalah merupakan ibadah.
Menimbang:
Ummat Islam perlu mendapat petunjuk yang jelas tentang Perayaan Natal Bersama.
Ummat islam agar tidak mencampur-adukkan Aqidah dan ibadahnya dengan Aqidah dan ibadah agama lain.
Ummat Islam harus berusaha untuk menambah Iman dan Taqwanya kepada Allah SWT.
Tanpa mengurangi usaha ummat Islam dalam Kerukunan Antar Ummat Beragama di Indonesia.

POSISI DUDUK TASHAHUD KETIKA SHALAT DUA RAKAAT IFTIROSH ATAU TAWARRUK Oleh Fadhel Ahmad Hafidhohullah wa Syafah

Masalah posisi duduk dalam shalat telah di bicarakan oleh para ulama' sejak dahulu, termasuk posisi duduk ketika tasyahud ( tahiyyat ). Para ulama dari madzab Hanafi berpendapat duduk dalam shalat entah duduk diantara dua sujud ataukah duduk ketika tasyahud adalah dengan iftirosh ( iftirosh itu duduk yg biasa kita lakukan ketika duduk untuk tahiyyat pertama ). Adapun ulama Madzab Maliki berpendapat semua duduk dalam shalat adalah dengan tawarruk ( yang biasa kita lakukan di tasyahud/tahiyyat akhir ).Madzab Syafi'i berpendapat bahwa untuk duduk diantara dua sujud dengan iftirosh demikian pula duduk tasyahud pertama adapun tasyahud kedua dengan tawarruk baik shalat yang empat rakaat ( Dhuhur,Ashar dan Isya' ) ataupun Salat yang tiga rakaat yaitu maghrib yang di istilahkan shalat yang mempunyai dua tasyahud ataupun Shalat yang hanya dua rakaat ( Shubuh dan Shalat-shalat Sunnah yg dikerjakan dua rakaat ) atau istilahnya shalat yg hanya ada satu tasyahud.Sementara itu Madzab Hambali berpendapat bahwa untuk duduk diantara dua sujud dengan iftirosh demikian pula untuk tasyahud pertama dan dengan tawarruk pada tasyahud akhir pada shalat yang mempunyai dua tasyahud ( Shalat yang empat rakaat ) adapun yang hanya mempunyai satu tasyahud maka dengan iftirosh.

Berlatih Kedukunan, Perempuan Arab Saudi Dipenggal

Riyadh - Seorang perempuan di Arab Saudi dipenggal kepalanya karena ketahuan berlatih kedukunan. Kerajaan Saudi yang super konservatif memang melarang keras seseorang untuk berlatih maupun mempraktekkan ilmu hitam, ilmu sihir, guna-guna dan ilmu sejenis lainnya.

Wanita yang bernama Amina binti Abdulhalim Nassar tersebut dieksekusi mati di wilayah Jawf karena "berlatih ilmu sihir dan ilmu hitam," ujar salah seorang pejabat Kementerian Dalam Negeri Saudi dalam pernyataan kepada kantor berita Saudi Press Agency (SPA) dan dilansir AFP, Senin (12/12/2011). Tidak disebutkan detail perbuatan wanita tersebut.

Tidak diketahui berapa banyak perempuan yang telah dieksekusi mati di Arab. Namun pada Oktober lalu, seorang perempuan dihukum penggal karena membunuh suaminya dengan membakar rumahnya sendiri.

Sabtu, 17 Desember 2011

Syaikh Bin Baz Rahimahullah: “Bertanyalah Kepada Syaikh Shalih al Fauzan”

Salah satu diantara ulama kenamaan dunia hari ini adalah Syaikh Dr Shalih al Fauzan. Syaikh Shalih al Fauzan telah hidup yatim sejak kecil. Beliau mengawali masa kanak-kanaknya tanpa belaian kasih sayang ayahanda tercinta. Sepeninggal Ayahnya beliau belajar al Qur’an al Karim, membaca dan menulis dibawah bimbingan Syaikh Hamud bin Sulaiman at Talal seorang qari’ yang profesional dalam bidangnya. Madrasah negri di Syamasiyah menjadi pijakan belajarnya berikut saat dibuka di tahun 1369H. Selepas pendidikan dasar beliau mendaftar diri pada ma’had ilmu di kota yang sama. Kemudian masuk Fakultas syariah di kota Riyadh, ibukota Saudi Arabia. Tidak berpuasa diri beliau kembali meneruskan pendidikannya hingga meraih gelar magister dan doktor dalam bidang fikih.
Menjadi Anggota Lembaga Ulama-Ulama Besar
Kepakarannya dalam bidang agama membuatnya ditunjuk sebagai anggota lembaga kibarul ulama -ulama-ulama besar- dan anggota almahmaul fiqhi -kumpulan ulama yang membahas permasalahan fikih- yang berpusar di Makkah Mukarramah. Aktivitasnya yang lain adalah anggota komite tetap untuk riset ilmiah dan fatwa.Beliau pun berpartisipasi dalam program “Nur ala darb” di radio, demikian pula menulis dalam majalah ilmiyyah pada lembaga pengkajian dan pembahasan riset ilmiah dan fatwa. Disamping menuji thesis magister dan disertasi doktoral. Orang pun berduyun-duyun datang belajar di majelis-majelis ilmunya. Sebut saja di antara murid-muridnya adalah Syaikh Abdullah al Qasyir. Syaikh Dr.Abdul Aziz bin Muhammad as Sadhan, Syaikh Ali bin Abdul Aziz Asy Syibl dan Syaikh Muhammad Shalih al Munajjid. Bahkan salah satu imam Masjidil Haram tercatat sebagai muridnya, yaitu Syaikh Dr. Abdurrahman as Sudais.

Rabu, 14 Desember 2011

Nasihat Imam Besar Masjidil Haram - Syaikh Dr.Abdurrahman As-Sudais

Nasihat ini disampaikan pada sebuah muhadhoroh di Masjid Baitul Ihsan - Bank Indonesia pada tanggal 16 Desember 2004.
Kita bersyukur kepada Alloh atas pertemuan ini, di salah satu Rumah Alloh, Masjid Bank Sentral Indonesia Jakarta. Pertemuan ini adalah karena kecintaan kepada Alloh dan persaudaraan Islamiyyah dan Imaniyyah. Inilah nikmat-Nya yang besar dan berharga. Kalaulah tiada taufik dan pertolongan-Nya, maka tidaklah sempurna pertemuan dan perjumpaan ini.
Kemudian kami ucapkan terima kasih kepada pengurus Masjid Baitul Ihsan ini dan jamaah yang sangat antusias untuk menyelenggarakan pertemuan ini. Semoga Alloh membalas jerih payah mereka, memperindah setiap langkah dan memberkati setiap usaha ini.
Sesungguhnya saya dari tempat turunnya wahyu dan risalah, Makkah Al Mukarromah, tetangga Ka’bah, tetangga Masjid Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, menyampaikan penghormatan yang setinggi-tingginya kepada jamaah semua dan saya menyambut kecintaan dengan kecintaan, kasih sayang dengan kasih yang yang seluas-luasnya. Kita bersyukur kepada Alloh yang telah mengumpulkan kita dalam persaudaraan Islamiyyah dan percintaan Imaniyyah. Semoga Alloh menjadikan pertemuan ini sebagai pertemuan yang baik dan diberkahi.

Selasa, 13 Desember 2011

BAHAYA DAN SOLUSI ONANI

Assalamu’alaikum wr.wb.
Langsung saja ya dok, saya mempunyai keluhan nie, dulu waktu kecil badan saya termasuk anak yang tinggi dan bongsor, tetapi ketika kelas 5 SD saya mengenal onani, saya merasa kecanduan sampe sekarang bahkan saya bisa melakukannya sehari sampe 4 kali bahkan sampe sekarang pun kebiasaan itu tidak bisa saya hentikan, kalau sehari saja saya tidak melakukan itu maka pikiran saya gelisah dan melakukan kerjaan apapun tidak bisa konsentrasi. Semenjak mengenal onani saya merasa pertumbuhan tubuh saya terhambat bahkan tersalip anak-anak dibawah umur saya.
Tinggi badan saya sekarang cuma 158 cm dan umur saya sekarang sudah 23 tahun, tentu saja sebagai seorang lelaki, hal ini membuat saya jadi agak minder apalagi kalau di dekat cewek yang lebih tinggi dari saya. Yang mau saya tanyakan, apakah kebanyakan onani dapat menghambat pertumbuhan saya, bagaimana dok, solusinya? Terus bagaimana cara untuk menghentikan kebiasaan saya, soalnya saya sudah melakukan berbagai cara tapi tidak berhasil. Sekian dari saya, saran dan solusi dokter sangat saya tunggu dan saya nantikan.
Wassalamu’alaikum wr.wb.
Dimas


Jumat, 09 Desember 2011

Siswi di Jambi Wajib Pakai Rok Panjang


JAMBI, KOMPAS.com — Para pelajar putri di Provinsi Jambi diwajibkan memakai rok panjang. Wacana yang datang dari Dinas Pendidikan Provinsi Jambi mendapatkan tanggapan positif dari Gubernur Hasan Basri Agus.
"Tak perlu diseminarkan langsung sepakati saja oleh Dinas Pendidikan," kata Gubernur Jambi seusai mendengar rencana tersebut. Gubernur mengatakan, rencana ini akan dimulai pada tahun ajaran 2012 bahwa siswi SMP dan SMA tidak boleh lagi rok pendek. Edaran dari Pemerintah Provinsi Jambi pun akan segera dibuat.
Mengenai dukungan Gubernur Jambi tersebut, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jambi Idham Kholid mengaku, pihaknya akan mengadakan rapat lebih dahulu dengan dinas pendidikan kabupaten dan kota.
"Ini dilakukan sosialisasi terlebih dahulu. Aturannya hanya untuk sekolah negeri dan hanya untuk rok. Untuk jilbab tidak diwajibkan. Hal itu kami serahkan kepada siswa, apakah mereka mau menggunakan atau tidak,"( Sebagai muslimah yang baik sepantasnya untuk mengenakannya) ungkapnya ketika dikonfirmasi di sela-sela pertemuan dengan guru sejarah di Hotel Abadi Grand, Kota Jambi, Senin (7/11/2011) siang.

Jumat, 02 Desember 2011

Benarkah Muharram Bulan Sial?

Alhamdulillâhi wahdah wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh…
Mitos Seputar Bulan Muharram
Sudah menjadi ‘keyakinan’ bagi sebagian masyarakat Indonesia –Jawa khususnya– bahwa bulan Muharram -atau bulan Suro dalam istilah Jawa- adalah bulan keramat. Pada tanggal-tanggal tertentu mereka menghentikan aktivitas–aktivitas yang bersifat hajatan besar, menghindari perjalanan jauh, sebab hari itu mereka anggap sebagai hari naas atau sial.
Bulan itu juga mereka takuti bagi pasangan yang hendak merencanakan pernikahan. Oleh karenanya mereka sangat menghindarinya dan memilih pernikahan dilaksanakan pada bulan-bulan lain. Pasalnya, -menurut klaim mereka- pernikahan yang dilangsungkan pada bulan Muharram kerap mendatangkan sial bagi pasangan, seperti perceraian, kematian, tidak harmonis, dililit utang, dsb. Budaya ini sudah mengakar sebagai warisan nenek moyang kita. Kami tidak tahu secara pasti ini dari mana sumbernya, tetapi mungkin saja sebagai pengaruh asimilasi budaya Hindu dan Islam yang ketika berbaur memunculkan isme baru yaitu paham kejawen.

Kamis, 01 Desember 2011

Imam Asy-Syafi`i Imam Ahlus Sunnah

Imam Ahmad bin Hambal berkata, “Sesungguhnya Allah telah mentakdirkan pada setiap seratus tahun ada seseorang yang akan mengajarkan Sunnah dan akan menyingkirkan para pendusta terhadap Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam. Kami berpendapat pada seratus tahun yang pertama Allah mentakdirkan Umar bin Abdul Aziz dan pada seratus tahun berikutnya Allah menakdirkan Imam Asy-Syafi`i”.

NASAB BELIAU

Kunyah beliau Abu Abdillah, namanya Muhammad bin Idris bin Al-Abbas bin Utsman bin Syaafi’ bin As-Saai’b bin ‘Ubaid bin Abdu Yazid bin Hasyim bin Al- Muththalib bin Abdu Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai. Nasab beliau bertemu dengan nasab Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam pada Abdu Manaf, sedangkan Al-Muththalib adalah saudaranya Hasyim (bapaknya Abdul Muththalib).

Senin, 28 November 2011

Jangan Buang BOM Sembarang Tempat !!!

Berikut ini adalah artikel yang kembali kami tampilkan ke hadapan pengunjung yang berhubungan dengan peristiwa pemboman yang kembali terjadi di Indonesia tanggal 17 Juli 2009 lalu. Artikel ini kami ambil dari Buletin Jum’at yang kami tampilkan di web www.almakassari.com sekitar sekitar tanggal 4 Mei 2007. Semoga bermanfaat.

Pembaca yang budiman -semoga dirahmati Allah-,
Mungkin kita sama-sama telah membaca Harian Fajar tanggal 3 Maret 2007 halaman 11, yang memuat tentang pernyataan resmi dari Polda SulSel, bahwa ada enam kelompok yang disinyalir sebagai kelompok teroris. Berita tersebut mengingatkan kita peristiwa enam tahun silam, yaitu peledakan Mall Ratu Indah, Makassar. Ini disebabkan karena ada segelintir pemuda kaum muslimin yang “buang bomsembarang tempat!!!”

Fatwa Kafirnya Ahmadiyyah !!



Sesatnya Ahmadiyyah
Ahmadiyyah adalah gerakan yang mengusung paham kafir, dan gerakan pemurtadan, sebab mereka meyakini bahwa masih ada nabi setelah Nabi Muhammad -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Ini adalah paham kafir yang disepakati oleh para ulama’ dan kaum muslimin dari zaman Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- sampai hari ini !!
Ahmadiyyah (biasa disebut Qodiyaniyyah) yang berasal dari Negeri Penyembah Sapi (India) telah mengangkat nabi baru alias nabi palsu, yaitu pemimpin mereka sendiri yang bernama Mirza Ghulam Ahmad, seorang kaki tangan penjajah Inggris yang telah menduduki India saat itu.
Ketika mereka mempermaklumkan paham kafir itu, maka serta-merta para ulama di seluruh dunia mengeluarkan fatwa resmi, dan mengadakan pertemuan demi menepis kerancuan dan penyimpangan yang ditimbulkan oleh kelompok kafir itu.

Sabtu, 26 November 2011

Sunnahnya Puasa Asyura di bulan Muharam Penulis: Al Ustadz Ja’far Shalih

Puasa selain merupakan ibadah yang mulia di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala juga mengandung sekian banyak manfaat yang lain. Dengan berpuasa seseorang dapat mengendalikan syahwat dan hawa nafsunya. Dan puasa juga menjadi perisai dari api neraka. Puasa juga dapat menghapus dosa-dosa dan memberi syafaat di hari kiamat.
Dan puasa juga dapat membangkitkan rasa solidaritas kemanusiaan, serta manfaat lainnya yang sudah dimaklumi terkandung pada ibadah yang mulia ini.
Pada bulan Muharram ada satu hari yang dikenal dengan sebutan hari ‘Asyura. Orang-orang jahiliyah pada masa pra Islam dan bangsa Yahudi sangat memuliakan hari ini. Hal tersebut karena pada hari ini Allah Subhanahu wa Ta’ala selamatkan Nabi Musa ‘alaihissalam dari kejaran Fir’aun dan bala tentaranya.

Desa Yang Diazab Di Dieng ,Banjarnegara

Kisah ini sudah lama, tetapi banyak yang belum mengetahuinya. Kisah ini hendaknya menjadi ibroh (Pelajaran), bahwa apabila suatu daerah bermaksiat semua, bisa jadi Allah akan mengazabnya secara langsung.
“Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang dilangit bahwa Dia akan menjungkirbalikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu bergoncang?” (QS Al Mulk 67: 16).
Dukuh Legetang adalah sebuah daerah di lembah pegunungan Dieng,
sekitar 2 km ke utara dari kompleks pariwisata Dieng Kabupaten Banjarnegara.

Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Siapakah Mereka? Penulis Al Ustadz Dzulqarnain


Dewasa ini marak pengakuan dari berbagai pihak yang mengklaim dirinya Ahlus Sunnah Wal Jama’ah sehingga menyebabkan adanya kerancuan dan kebingungan dalam persepsi banyak orang tentang Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, siapakah sebenarnya Ahlus Sunnah Wal Jama’ah itu??
Mengetahui siapa Ahlus Sunnah Wal Jama’ah adalah perkara yang sangat penting dan salah satu bekal yang harus ada pada setiap muslim yang menghendaki kebenaran sehingga dalam perjalanannya di muka bumi ia berada di atas pijakan yang benar dan jalan yang lurus dalam menyembah Allah I sesuai dengan tuntunan syariat yang hakiki yang dibawa oleh Rasulullah r empat belas abad yang lalu.

Kamis, 24 November 2011

Imam Besar Masjidil Haram Syaikh Prof.Dr Su’ud ibn Ibrahim Shuraim حفظه الله Penulis : Fadhel ahmad


Beliau seorang ulama yang sebenarnya sudah sangat terkenal baik di kalangan penuntut ilmu ( Kyai ,Ust ,mahasiswa islam maupun santri) dan juga kalangan awan.Beliau terkenal dengan lantunan bacaan al qur’an yang khas,maksud kami menulis profil beliau adalah agar kaum muslimin  mengenal beliau tidak sekedar   sebagai seorang qori saja,tetapi lebih dari itu bahwa beliau adalah seorang ulama yang mempunyai kapasitas di dalam ilmu-ilmu syariat ini.Beliau adalah Fadhilatus Syaikh Prof Dr Su’ud ibn Ibrahim Shuraim Hafidhohullah Ta’ala ,Selamat membaca.

Selasa, 15 November 2011

Biografi Mufti Arab Saudi Saat Ini

سم الله الرحمن الرحيم
SYAIKH ABDUL AZIZ BIN ABDULLAH ALU SYAIKH HAFIDHAHULLAHU TA’ALA
NASAB BELIAU
Beliau adalah Asy Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Muhammad bin Abdul Lathif  bin Abdurrahman bin Hasan bin Asy Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
WAKTU DAN TEMPAT LAHIR BELIAU
Beliau dilahirkan pada tanggal 3-12-1362 H (1 Desember 1943 M) di Makkah Al Mukarramah.
PERTUMBUHAN BELIAU

Transkrip Khutbah Jum'at Samahatus Syaikh Abdul Aziz Alu Syaikh (Mufti Besar Arab Saudi) tentang Hukum-hukum seputar Qurban

الخطبة الأولى
إن الحمد لله، نحمده ونستعينه ونستغفره ونتوب إليه، ونعوذ به من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له، وأِشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمد عبده ورسوله، صلى الله عليه، وعلى آله وصحبه وسلم تسليما كثيرا إلى يوم الدين.
أما بعد:
فيا أيها الناس، اتَّقوا الله تعالى حقَّ التّقوى.

Sabtu, 05 November 2011

DVD MP3 Daurah Musthalah & Takhrij Hadits (Plus Modul Cetak Materi & E-Book)

Alhamdulillah, kami dari Panitia Daurah Musthalah & Takhrij Hadits menghadirkan rekaman pelajaran Daurah Musthalah & Takhrij Hadits selama 5 hari yang dilaksanakan sejak tanggal 24-28 Dzulqa’dah 1432 H / 22-26 Oktober 2011 di Ponpes As-Sunnah Makassar Jl. Baji Rupa No.8 Makassar, yang diisi oleh Ustadz Dzulqarnain bin Muhammad Sunusi. Rekaman tersebut kami arsipkan dalam bentuk DVD yang berjumlah sekitar 23 file audio yang totalnya berkapasitas sekitar 1,7GB (1 DVD). Berikut ini adalah daftar isinya :

1.

Rabu, 02 November 2011

Fatwa Halal MUI Makin Diakui Dunia

foodJakarta – Sertifikasi halal yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia semakin mendapatkan apresiasi di dunia internasional. Tak kurang dari 22 negara dengan 48 lembaga keislaman maupun lembaga fatwa internasional telah mengakui dan menerima fatwa halal yang telah ditetapkan MUI.
Konsistensi LPPOM MUI dalam menetapkan sertifikasi halal dan sistem jaminan halal makin diakui oleh dunia.

Teman Tapi Shalih

Friendship_Bliss_by_ms_dost
Abdurrahman
Sobat Tashfiyah,
Senang dong kalo kita punya sahabat yang bisa jadi tempat curhat. Apalagi, kalo dia bisa memberi solusi dan bimbingan. Lha bagaimana kalo sobat kamu justru jadi biang onar buat kamu. Kamu lagi cekcok sama temen, eh, dia nggak mendamaikan, malah membantu memusuhinya. Bisa berabe kan?
Makanya, Islam, agama sempurna yang kita anut ini memberi pengarahan dalam mencari teman. Soalnya, banyak orang terjerumus ke dalam kubangan kemaksiatan -bahkan kekufuran- gara-gara teman yang buruk. Baca deh firman Allah ini:
“Dan pada hari itu orang zhalim menggigit jari mereka dan mengatakan, ‘Wahai, seandainya aku berjalan bersama Rasul.*. Celakalah aku, andai aku tidak menjadikan Fulan sebagai sahabat karib.*. Dia telah menyesatkanku dari peringatan (yakni agama Islam) setelah datang kepadaku. Dan sesungguhnya syaithan benar-benar meninggalkan manusia (ketika manusia sudah terjerumus ke dalam jebakan mereka).” [Q.S. Al-Furqan:27-29].

Selasa, 01 November 2011

[Download] Dialog Terbuka Mendudukkan Permasalahan Jihad dan Terorisme

Bismillah.

Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah yang telah memberi kenikmatan yang sangat banyak, salah satunya dengan terlaksananya “Dialog Terbuka Mendudukkan Permasalahan Jihad dan Terorisme” yang diselenggarakan oleh RUMUS (Forum Mahasiswa Muslim Surakarta) yang didukung oleh Yayasan Darul Halim dan Klinik Husada 77 pada:
Hari, tanggal : Sabtu, 2 Dzulhijjah 1432 / 29 Oktober 2011
Tempat : Gedung IPHI, Baron, Surakarta
Pemateri :
1. Al Ustadz Abu Muhammad Dzulqornain bin Muhammad Sunusi
   (Murid Ulama Besar Saudi Syaikh Dr Shalih Al Fauzan)
2. Al Ustadz Abdul Barr Kaisenda
   (Murid Ulama Besar Yaman Syaikh Muqbil bin Hadi)
Berikut ini kami sediakan link download rekaman acara yang telah terselenggara.
Sambutan Panitia (Durasi 11:33)

Klik untuk Download | MP3 | 1.32 MB
Sesi Dialog (Durasi 2:31:50)

Klik untuk Download | MP3 | 17.38 MB
Brakallahu fiikum jami’an.
Diambil dari :alklateniy.wordpress.com dengan sedikit perubahan teks

Sabtu, 29 Oktober 2011

Keutamaan Bulan Dzulhijjah

بسم الله الرحمن الرحيم
Oleh : Ustadz Muhammad Na’im, Lc.
Segala puji bagi Allah ta’ala, sholawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulullah  yang tidak ada Nabi lagi sesudahnya, Amma ba’du :
Diantara karunia Allah Ta’ala kepada hamba-hambaNya adalah Allah Ta’ala telah menjadikan bagi mereka musim-musim kebaikan untuk melakukan ketaatan kepadaNya, mereka bisa memperbanyak amal-amal sholih pada musim-musim itu, berlomba-lomba untuk mendekatkan diri kepada Rabbnya. Maka orang yang berbahagia adalah orang yang memenfaatkan musim-musim itu dan tidak membiarkannya berlalu sia-sia begitu saja.
Diantara musim-musim yang mulia ini adalah

Fiqih Qurban


Allah subhanahu wa ta’ala berfirman yang artinya, Maka shalatlah untuk Rabbmu dan sembelihlah hewan.” (QS. Al Kautsar: 2). Syaikh Abdullah Alu Bassaam mengatakan, “Sebagian ulama ahli tafsir mengatakan; Yang dimaksud dengan menyembelih hewan adalah menyembelih hewan qurban setelah shalat Ied.” Pendapat ini dinukilkan dari Qatadah, Atha’ dan Ikrimah (Taisirul ‘Allaam, 534 Taudhihul Ahkaam, IV/450. Lihat juga Shahih Fiqih Sunnah II/366). Dalam istilah ilmu fiqih hewan qurban biasa disebut dengan nama Al Udh-hiyah yang bentuk jamaknya Al Adhaahi (dengan huruf ha’ tipis)
Pengertian Udh-hiyah
Udh-hiyah adalah hewan ternak yang disembelih pada hari Iedul Adha dan hari Tasyriq dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah karena datangnya hari raya tersebut (lihat Al Wajiz, 405 dan Shahih Fiqih Sunnah II/366)

Pakaian Dalam Shalat Kita

Larangan Menahan Baju dan Rambut

Ini contoh beberapa kesalahan dalam shala

Penulis : Al-Ustadz Muslim Abu Ishaq Al-Atsari



Setelah sebelumnya disinggung sejumlah hal yang berkaitan dengan pakaian dalam shalat, edisi kali ini akan mengupas beberapa larangan saat menunaikan ibadah shalat, di antaranya menahan baju dan rambut.

Larangan Menahan Baju dan Rambut

Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengabarkan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sabda beliau

أُمِرْنَا أَنْ نَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ أَعْظَمٍ وَلاَ نَكُفَّ ثَوْبًا وَلاَ شَعْرًا

“Kita diperintah untuk sujud di atas tujuh tulang dan kita tidak boleh menahan pakaian dan rambut (ketika sedang mengerjakan shalat).” (HR. Al-Bukhari no. 810, 815, 816 dan Muslim no. 1095)
Dalam lafadz yang lain disebutkan:

Jumat, 28 Oktober 2011

Kajian Rutin Ahad di Boja Kendal

Dengan Mengharap Ridho Allah Subhanahu wa ta'ala

HADIRI KAJIAN RUTIN Insya Allah Tiap AHAD

                               AHAD 1 dan 3
  Pembahasan Kitab:Al Qowadih Fil 'Aqidah(Syaikh Ibn Baz)
                               Fikih Sunnah lin nissa(Syaikh Abu Malik)
                               Riyadzus shalihin(Imam Nawawi)
  Pemateri               :Ustadz Abu Najiyyah Muhaimin
                           
                               AHAD 2 dan 4                                              
  Pembahasan Kitab:Addurorul Bahiyyah (Imam Syaukany)
                              Syarh Arba'in Nawawi (Dr Shalih Al Fauzan)
  Pemateri               :Abu Abdil Muhsin Fadhel Ahmad         

WAKTU dan TEMPAT  : Pkl 04:00- Isya
                                       : Masjid Kantor Camat Boja Kendal
                                              (Jl Pramuka Boja Kendal )
     Cp:Eko 083874573055

Jumat, 14 Oktober 2011

Menukil Kebenaran Dari Selain Ahlussunnah

Menukil Kebenaran Dari Selain Ahlussunnah
Copas (copy-paste) artikel atau link (dari blog lain) dalam dunia bloging sudah merupakan hal yang lumrah dan merupakan salah satu cara para bloger untuk mengisi content blog mereka. Dan sudah diketahui bersama bahwa ketika sebuah blog menukil artikel atau link dari blog lain, maka itu sama sekali tidak menunjukkan kalau kedua blog tersebut mempunyai koneksi atau hubungan atau kerjasama yang lebih khusus. Dan ini insya Allah yang dipahami oleh para bloger dan para pembaca blog. Hal itu karena terkadang seorang bloger menukil artikel dari blog lain dikarenakan dia setuju dengan isi artikel tersebut dan dia tidak bisa menulis sendiri atau dia tidak mempunyai referensi yang lengkap sebagaimana artikel yang akan dia nukil tersebut. Karenanya kita tidak bisa memastikan dua blog atau lebih itu mempunyai hubungan ‘khusus’ hanya berdasarkan salah satunya menukil artikel atau link dari blog yang lainnya.

Mempelajari Prinsip Dasar Ahlussunnah

Mempelajari Prinsip Dasar Ahlussunnah
Ketahuilah -semoga Alläh senantiasa memberimu taufiq untuk taat kepada-Nya- bahwa sungguh saya tidak memaksudkan dengan prinsip-prinsip dasar hanya sekedar tiga jenis tauhid saja, akan tetapi saya memaksudkannya (ketiga jenis tauhid tersebut) sebagai yang pertama. Dan saya maksudkan yang kedua selain dari tiga jenis tauhid tersebut adalah prinsip-prinsip dasar yang telah disepakati oleh Ahlus Sunnah wal Jamä’ah dan dengannyalah mereka menyelisihi ahlul bid’ah wal furqah (pengekor bid’ah dan perpecahan).
Seperti dalam masalah Al-walä` wal Barä` (loyalitas dan berlepas diri), amar ma’rüf nahi mungkar, sikap terhadap para shahabat, penghormatan dan pembelaan terhadap mereka, dan sikap terhadap pemerintah, sikap terhadap pelaku maksiat dan dosa besar, sikap terhadap Ahlul Bid’ah, mengeritik/mencela mereka dan bagaimana ber-interaksi dengan mereka, dan lain-lainnya dari prinsip-prinsip dasar yang telah disepakati oleh Ahlus Sunnah wal Jamä’ah dan mereka memasukkannya sebagai bagian dari buku-buku Aqidah mereka, sebagai upaya untuk menampakkan al-haq dan berlepasnya diri mereka dari para pengikut penyimpangan, fitnah, hawa nafsu dan perpecahan walaupun asalnya hanyalah perkara amaliyah (tindakan/ perbuatan) bukan Aqidah (keyakinan).

Senin, 05 September 2011

FATWA AS SYAIKH UBAID AL-JABIRI

Jawaban beliau tatkala ditanya tentang pembai’atan yang terjadi di Jum’iyyah Ihya at-Turots:
“Pertama, wahai anakku. Kita tidaklah berbicara kecuali dengan kejelasan. Sama saja menurut kami dalam hal ini Jum’iyyah Ihya at-Turots dan yang lainnya. Dan telah shahih sampai padaku dengan penukilan orang yang tsiqah (terpercaya), diantara mereka As-Syekh Abdul Malik Ramadhani bahwa ini ada pada mereka. Dan masih saja ada pada sebagian orang yang menisbahkan dirinya kepada mereka seperti Abdullah As-Sabt dan Muhammad bin Humaid An-Najdi.
Ya, maka mereka menyembunyikan ini dari kalian. Dan setiap Jama’ah yang menyimpang pada awal kali tidak akan memberi kepada orang-orang yang menisbahkan kepada mereka semua apa yang ada pada mereka.Walaupun itu Jama’ah Tabligh, mereka tidak membai’at berdasarkan empat serangkai Tarekat Shufiyah yaitu Al-Jusytiyah, Al-Qadiriyah, As-Sahrawardiyah,dan An-Naqsyabandiyah kecuali setelah [melalui pengujian]. Iya…”

Nasehat Syaikh Abdul Malik Romadhoni Al-Jazairi

(Beliau termasuk salah seorang syaikh yang mentahdzir yayasan Ihya’ At-Turots, dan tidak menganjurkan untuk mengambil dana dari yayasan tersebut, dan beliau juga dikenal sebagai orang yang kenceng membantah sururiyun), [Bahkan tatkala penulis bertanya kepada beliau tentang sebagian tokoh sururiyun maka beliau menyebutkan pemikiran-pemikiran mereka yang mereka lontarkan di media-media masa. Hal ini menunjukan bahwa beliau sering mengikuti (tatabbu’) perkataan-perkataan dan fatwa-fatwa mereka, tidak cuma yang terdapat pada buku-buku mereka bahkan pada media-media masa. Hal ini menunjukan bahwa beliau termasuk masyayikh yang paham betul tentang manhaj sururiyun. Wallahu A’lam]
((Aku katakan tidak ada faedahnya bagi kalian untuk berselisih seputar permasalahan yayasan, hal ini dikarenakan sebab yang penting yaitu adanya syubhat. Jika ada seseorang yang tertipu dengan yayasan, dan telah atau sedang merekomendasi yayasan, dan bisa jadi bekerja bersama yayasan tersebut, maka kami tidak menasehati kalian –bahkan kami mentahdzir kalian- dari sikap menghajr orang tersebut atau kalian berselisih dengannya pada permasalahan tersebut. Dia memiliki pendapat yang ia tidak bersendirian dengan pendapat tersebut. Ia mengikuti pendapat orang lain, kecuali jika kita mengetahui bahwa ia adalah shohib hawa (pengikut hawa nafsu). Aku berbicara tentang orang yang kalian ketahui memiliki aqidah yang lurus, cinta kepada agama ini, cinta kepada sunnah, menyebarkan sunnah dan membelanya, ia mencintai hal ini. Akan tetapi ia merekomendasi yayasan karena apa yang nampak padanya dari tazkiyah para masyayikh terhadap yayasan, atau apa yang nampak padanya berupa kebaikan-kebaikan yayasan, dan tidak mengetahui kejelekan-kejelekan yayasan, atau yang semisal hal ini. Maka tidak ada faedahnya kalian berselisih, dan tidak ada faedahnya kalian saling menghajr. Para ulama seluruhnya di masa sekarang ini berkata, “Ahlul bid’ah sekarang secara umum tidak dihajr”, maka bagaimana lagi dengan seorang yang kita tidak yakin bahwa dia adalah seorang mubtadi’. Bisa jadi orang yang bekerja bersama yayasan adalah ahlus sunnah. Bekerja bersama mereka pada batasan-batasan sunnah dengan menyebarkan sunnah-sunnah tersebut, dan dia tidak mengetahui kesalahan-kesalahan yang tersembunyi dalam yayasan. Bagaimana orang seperti ini dihajr??, bagaimana orang seperti ini kalian berselisih dengannya??. Bagaimana kalian mengangkat-ngangkat permasalahan ini bersamanya. Kalian hanyalah boleh mengangkat permasalahan ini dalam rangka menjelaskan dan berdialog dengan cara yang tenang dan terarah, yaitu misalnya dengan berkata, “Pada yayasan terdapat kesalahan-kesalahan, yang pertama…, kedua…, ketiga…”. Namun seandainya ia tidak menerima (penjelasan kalian), dan kalian melihatnya secara hakikatnya bukanlah pengikut hawa nafsu maka tidak boleh bagi kalian untuk berselisih –baarakallohu fiikum-. Jelaskanlah padanya dengan cara yang baik, sekali saja, kemudian perkaranya dilipat dan dilupakan. Adapun seluruh jidal (perdebatan) ini adalah sesuatu yang tidak dicintai oleh Allah.
Allah berfirman :
Sebenarnya mereka adalah kaum yang suka bertengkar (Az-Zukhruf : 58)
Pertengkaran tidaklah dicintai oleh Allah. Perdebatan seluruhnya tidaklah mengantarkan kepada kebaikan.
Allah jika membenci sebuah kaum maka Allah memberikan kepada mereka sikap (suka) perdebatan dan mengharmkan mereka dari beramal (sholeh).
Kita tidak suka yang seperti ini… Kami tidak suka ciri sebagian ikhwan-ikhwan kita (yang selalu berkata), “Apakah pendapat kalian tentang si fulan, tentang yayasan ini…??”, pagi dan sore selalu inilah perkataan mereka. Kemudian dia menelepon –subhanahllah- dari tempat yang jauh dengan menghabiskan uang yang banyak (hanya untuk bertanya), “Apakah pendapatmu tentang si fulan”. Seakan-akan –masya Allah- ia telah belajar dari seluruh ulama salafiyin kecuali hanya tinggal si fulan (yang ia tanyakan tentangnya yang belum ia belajar). Ini merupakan kesalahan, ini merupakan kesalahan –subhanallahil ‘adzim-. Betapa banyak permasalaan (ilmu) yang telah ditulis oleh para ulama salafiyun. Jika engkau telah selesai membaca tulisan-tulisan mereka tersebut, maka silahkan engkau bertanya (tentang siapakah si fulan?). Adapun engkau meninggalkan seluruh ulama yang baik di satu sisi dan kesibukanmu hanyalah tentang perkara si fulan ini dan bertanya tentang siapakah dia, kemudian engkau datang untuk merekam sebuah perkataan atau point yang menyerang lawanmu (untuk berkata), “Lihatlah, syaikh fulan telah berfatwa kepadaku bahwasanya engkaulah yang bersalah”, ini semua adalah perdebatan yang dimurkai. Ini semuanya adalah untuk memuaskan kepentingan pribadi. Ini semuanya hanyalah untuk memuaskan kepentingan hawa nafsu. Kami tidak suka metode dan cara-cara seperti ini. Cara-cara seperti ini menyebabkan engkau terhalang dari ilmu, mencegahmu dari al-mahabbah fillah (cinta kepada sadaramu karena Allah), dan menjerumuskan engkau ke dalam fitnah, dan merusak apa yang telah terjalin diantara Ahlus Sunnah. Seseorang jika telah jelas di kalangan para ulama (bahwasanya ia adalah ahlul bid’ah) maka orang seperti ini sudah jelas, tidak butuh dialog lagi. Akan tetapi jika masih tersisa syubhat maka hendaknya orang yang menyelisihi dirahmati. Tidaklah dilarang engkau membantahnya dengan berkata, “Engkau bersalah dan akulah yang benar”, hal ini tidaklah dilarang. Akan tetapi yang dilarang adalah engkau mengungkit-ngungkit permasalahan ini dengan menegakan al-wala’ wal baro’. Maka kami nasehat ikhwan-ikhwan kita untuk melipat permasalahan ini. Barangsiapa yang ingin memberikan nasehat ini atau kaset ini kepada si fulan maka tidaklah mengapa, akan tetapi keadaan kalian yang saling berselisih dan kalian mengobarkan api fitnah, kemudian menegakkan al-wala wal baro’, kemudian kalian terpecah belah dan tidak bersatu lagi setelah hari itu maka ini merupakan fitnah yang lain lagi, ini merupakan fitnah yang lain lagi. Wallahu A’lam)) [Nasehat yang disampaikan oleh Syaikh Abdul Malik bin Ahmad Romadhoni pada bulan mei 2006 M, dan kaset rekamannya ada pada penulis](abu abdilmusin firanda andirja)

Jumat, 02 September 2011

Usamah bin Ladin Mujahid di Jalan Syaithan

oleh: Asy Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad -hafizhahullah-
Asy Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad -hafizhahullah- ditanya tentang kematian seorang khawarij Usamah bin Ladin (Osama bin Laden) bertepatan dengan hari Senin (28/5/1432 H) ba’da shalat Isya.
Soal:
Apa pendapat yang objektif tentang kematian Usamah bin Ladin karena ada yang bergembira dengan kematiannya dan sebaliknya ada yang mengatakan bahwa ia adalah seorang mujahid dan mengatakan bahwa dia mati syahid?
Jawab:
Bagaimana mungkin dia disebut sebagai mujahid? Na’am, dia mujahid di jalan syaithan. Usamah bin Ladin membawa petaka yang besar bagi kaum muslimin. Tidak diragukan lagi bahwa kematiannya mendatangkan ketentraman bagi kaum muslimin. Umat manusia menjadi lebih tenang dengan kepergiannya.
Sumber: http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=120559
سُئل شيخنا عبدالمحسن بن حمد العبَّاد البدر عن مقتل الخارجي أسامة بن لادن
الموافق لـيوم الأثنين 28/5/1432هـ بعد صلاة العشاء (بدون تسجيل)
السؤال: ما هو القول الوسط في مقتل أسامة بن لادن فهناك من فرح بمقتله,
وهناك من قال إنه كان مجاهداً وحكم له بالشهادة؟

أجاب شيخنا: كيف مجاهد؟! نعم هو مجاهد في سبيل الشيطان.
أسامة بن لادن جلب شراً عظيماً على المسلمين
ولا شك أن ذهابه فيه راحة لهم, يرتاح الناس بذهابه

Dicopy dari : http://ulamasunnah.wordpress.com/2011/05/19/usamah-bin-ladin-mujahid-di-jalan-syaithan/

Nasihat Syeikh Al-’Allamah Prof Dr Rabi’ bin Hadi Al-Madkholi kepada Salafiyin

Syeikh Al-’Allaamah Prof Dr Rabi’ bin Hadi Al-Madkholi berkata:
Kami melihat sikap keras menyebabkan kehancuran bagi dakwah salafiyah, dan merobek-robek ahlinya, maka apa yang seharusnya kita perbuat?
Saya katakan: Wahai saudaraku! Kalau kita melihat api menyala, apakah kita akan membiarkan api tersebut menjadi bertambah besar? Atau kita justru melakukan hal-hal yang dapat memadamkan api tersebut?
Saya merasa tidak ada lagi jalan lain – dan ini adalah merupakan kewajiban saya – dan telah saya katakan sebelum ini, akan tetapi saya memfokuskan permasalahan ini ketika saya melihat kehancuran saat ini, dan saya melihat bencana ini.
Saya katakan: “Hendaklah kalian bersikap lemah lembut, bersikap santun, hendaklah kalian saling bersaudara, hendaklah kalian saling mengasihi, sesungguhnya sikap keras ini, akibat buruknya akan berbalik terhadap Ahlussunnah sendiri, karena mereka meninggalkan ahli bid’ah dan mengarahkan sikap keras yang dapat membawa kehancuran ini kepada Ahli sunnah, dan ada kalanya sikap keras ini dibarengi dengan kezholiman dan hukum-hukum yang bathil serta zholim.”
Maka hendaklah kalian berhati-hati dan hendaklah kalian berhati-hati, jangan sampai kalian melalui jalan yang dapat mencelakakan kalian, dan dapat membinasakan dakwah salafiayah, dan juga ahlinya.
Kemudian saya memperingatkan kalian terhadap dua perkara:
Pertama: Hendaklah kalian saling menjalin tali persaudaraan di antara ahlussunnah secara keseluruhan.
Wahai para ikhwah salafiyyun! Tebarkanlah di antara kalian rasa kasih sayang dan persaudaraan, tampakkanlah apa yang telah di sampaikan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bahwa orang-orang mukmin itu bagaikan sebuah bangunan yang mana satu sama lainnya saling mengokohkan. Atau seperti digambarkan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bahwa orang-orang mukmin itu bagaikan jasad manusia, dimana apabila salah satu bagian anggota tubuh merasakan sakit, maka seluruh anggota tubuh yang lain pun akan ikut merasakan sakit.
Wahai ikhwan-ikhwan sekalian! Jadilah kalian seperti ini, jauhilah segala faktor yang menyebabkan perpecahan, karena sesungguhnya hal itu – Demi Allah – adalah kejahatan yang sangat berbahaya, dan merupakan penyakit yang sangat membinasakan.
Kedua: Jauhilah segala perkara yang dapat menimbulkan kebencian, pertikaian, serta perpecahan.
Jauhilah hal-hal semacam ini, karena saat ini hal-hal semacam ini sedang tersebar di tengah orang-orang yang Allah lebih mengetahui keadaan dan maksud-maksud mereka. Hal-hal ini telah berkembang dan telah merobek dan mencabik-cabik para pemuda di negeri ini, baik di dalam lingkungan universitas atau lainnya bahkan di seluruh pelosok dunia.
Adapun seorang salafy, yang mempunyai loyalitas terhadap salafy, mencintai salafy – baarakallaahu fikum (semoga Allah memberkati kalian) – dan membenci adanya kelompok-kelompok, membenci perkara-perkara bid’ah dan para pelaku bid’ah, dan tanda-tanda lainnya yang mencerminkan seorang salafy, kemudian dia menjadi lemah di sebagian titik, maka orang seperti ini, hendaknya kita berlemah lembut dengannya, dan jangan sampai kita tinggalkan, akan tetapi, hendaklah kita menasehatinya, menyelamatkan dia, dan kita obati dia. Semoga Allah memberkati kalian semua. Adapun kita katakan: “Siapa yang salah, maka dia telah binasa, maka dengan cara seperti ini tidak akan ada yang akan tersisa.”
Saya wasiatkan kepada para ikhwan, dan saya tekankan masalah ini: “Tinggalkanlah perpecahan, hendaklah kalian saling bersaudara, hendaklah kalian saling menolong untuk menegakkan kebenaran, hendaklah kalian menyebarkan dakwah ini di antara mahasiswa dan yang lainnya, dengan cara yang benar, dan rupa yang menawan, bukan dengan gambaran yang menakutkan yang dicerminkan oleh mereka.”
Sumber: Sahab.net
Silakan download fatwa asli Syeikh Al-’Allamah Rabi’ bin Hadi Al-Madkholi dalam bahasa Arab pada link berikut:
***
Penerjemah: Ahmad Daniel, Lc. (Dosen STDI Imam Syafi’i, Jember)
Artikel www.muslim.or.id

Menghadapi Orang Tua Yang Bermaksiat



Pada sebuah kesempatan, seorang remaja bertanya kepada Syaikh Abdul Aziz Bin Baaz -rahimahullah-, “Saya seorang remaja muslimah. Ayah saya adalah orang yang tidak menjalankan kewajiban-kewajiban agama yang telah ditetapkan Allah. Ia pun melakukan perbuatan-perbuatan dosa besar, semisal durhaka kepada orang tuanya, menelantarkan anak-anaknya, tidak peduli dan sama sekali tidak memiliki perhatian terhadap dengan rumah tangganya. Ia pun sering menghina saya dihadapan orang-orang, di hadapan kerabat dekat, kerabat jauh, orang terpandang, maupun di hadapan orang biasa. Jika berbicara dengan saya, ia menggunakan kata-kata yang paling kotor. Ia pun tidak memenuhi hak-hak saya, baik dalam hal sandang ataupun pangan. Ia pun selalu berusaha menjatuhkan image saya di hadapan orang. Apakah saya boleh membalasnya dengan kata-kata hinaan? Ataukah saya cukup diam saja dan tidak membalas sedikitpun? Perlu diketahui, bahwa sikap dan perlakuannya terhadap orang lain pun sama buruknya sebagaimana ia memperlakukan anak dan istrinya”
Syaikh Abdul Aziz Bin Baaz -rahimahullah- menjawab: “Allah Jalla Wa ‘Alaa berfirman dalam Al Qur’an Al Karim,
أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ * وَإِن جَاهَدَاكَ عَلى أَن تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا
Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik” (QS. Luqman: 14-15)
Yang dibahas dalam ayat ini, kedua orang tua musyrik yang memerintahkan anaknya untuk berbuat musyrik. Namun Allah Ta’ala berfirman:
وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا
Dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik
Sekali lagi, kedua orang tua ini adalah orang musyrik yang memerintahkan anaknya untuk berbuat musyrik.
Maka hendaknya anda bersabar, berbicaralah dengan orang tua anda dengan perkataan yang baik, doakan ia agar mendapat hidayah. Semisal anda mengatakan kepadanya ‘Hadaakallah‘ (Semoga Allah memberimu hidayah), atau ‘Afaakallah‘ (Semoga Allah memberimu kebaikan lahir batin), atau ‘Waffaqakallah‘ (Semoga Allah memberimu taufiq). Karena nyatanya ia bersikap demikian kepada anda dan juga kepada orang lain. Maka sudah semestinya anda bersabar dan tidak menghadapi ujian ini kecuali dengan kesabaran.
Bertutur-katalah sesuai dengan yang diperintahkan Allah Ta’ala:
وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا
Dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik
Andaikan ia tidak menunaikan shalat, maka ia diperlakukan sama seperti orang tua yang musyrik, yaitu sebagaimana firman Allah Ta’ala tersebut.
Bimbing dan tuntunlah ia ke jalan hidayah, dengan doa anda. Berdoalah kepada Allah di waktu-waktu yang mustajab untuk berdoa. Mintalah agar Allah melimpahkan hidayah kepadanya, melindunginya dari godaan setan, memberinya rahmat, agar ia luluh terhadap anak-anaknya, agar ia diberi taufiq untuk berbakti kepada orang tua dan doa yang lainnya.
Wajib bagi anda untuk bersabar dan memperlakukannya dengan baik serta mendoakan agar ia mendapatkan hidayah. Hendaknya anda juga mengusahakan cara-cara yang bisa menjadi sebab datangnya hidayah, misalnya dengan berbicara baik-baik kepada orang tuanya, menyarankan mereka untuk menasehati anaknya. Atau menyarankan teman dan kerabat baiknya untuk menasehatinya, atau cara-cara baik yang lain. Semoga Allah membalas kebaikan anda dan memberikan hasil yang baik bagi anda.”
Sumber: http://www.binbaz.org.sa/mat/19867

Penerjemah: Yulian Purnama
Artikel Muslim.Or.Id

Kisah Taubat Seorang Kyai



“Terus terang, sampai diusia +35 tahun saya ini termasuk Kyai Ahli Bid’ah yang tentunya doyan tawassul kepada mayat atau penghuni kubur, sering juga bertabarruk dengan kubur sang wali atau Kyai. Bahkan sering dipercaya untuk memimpin ziarah Wali Songo dan juga tempat-tempat yang dianggap keramat sekaligus menjadi imam tahlilan, ngalap berkah kubur, marhabanan atau baca barzanji, diba’an, maulidan, haul dan selamatan yang sudah berbau kesyirikan”
“Kita dulu enjoy saja melakukan kesyirikan, mungkin karena belum tahu pengertian tauhid yang sebenarnya” (Kyai Afrokhi dalam Buku Putih Kyai NU hal. 90)
“Kita biasa melakukan ziarah ngalap berkah sekaligus kirim pahala bacaan kepada penghuni kubur/mayit. Sebenarnya, hal tersebut atas dasar kebodohan kita. Bagaimana tidak, contohnya adalah saya sendiri di kala masih berumur 12 tahun sudah mulai melakukan ziarah ngalap berkah dan kirim pahala bacaan, dan waktu itu saya belum tahu ilmu sama sekali, yang ada hanya taklid buta. Saat itu saya hanya melihat banyak orang yang melakukan, dan bahkan banyak juga kyai yang mengamalkannya. Hingga saya menduga dan beranggapan bahwa hal itu adalah suatu kebenaran.” (Kyai Afrokhi dalam Buku Putih Kyai NU hal. 210)
Beliau adalah Kyai Afrokhi Abdul Ghoni, pendiri sekaligus pengasuh pondok pesantren “Rahmatullah”. Nama beliau tidak hanya dibicarakan oleh teman-teman dari Kediri saja, namun juga banyak diperbincangkan oleh teman-teman pengajian di Surabaya, Gresik, Malang dan Ponorogo.
Keberanian beliau dalam menantang arus budaya para kyai yang tidak sejalan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahih yang telah berurat berakar dalam lingkungan pesantrennya, sikap penentangan beliau terhadap arus kyai itu bukan  berlandaskan apriori belaka, bukan pula didasari oleh rasa kebencian kepada suatu golongan, emosi atau dendam, namun merupakan Kehendak, Hidayah dan Taufiq dari Allah ta’ala.
Kyai Afrokhi hanya sekedar menyampaikan yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, mengatakan yang haq adalah haq dan yang batil adalah batil. namun, usaha beliau itu dianggap sebagai sebuah makar terhadap ajaran Nahdhatul Ulama (NU), sehingga beliau layak dikeluarkan dari keanggotaan NU secara sepihak tanpa mengklarifikasikan permasalahan itu kepada beliau.
Kyai Afrokhi tidak mengetahui adanya pemecatan dirinya dari keanggotaan NU. Beliau mengetahui hal itu dari para tetangga dan kerabatnya. Seandainya para Kyai, Gus dan Habib itu tidak hanya mengedepankan egonya, kemudian mereka mau bermusyawarah dan mau mendengarkan permasalahan ajaran agama ini, kemudian mempertanyakan kenapa beliau sampai berbuat demikian, beliau tentu bisa menjelaskan permasalahan agama ini dengan dalil-dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahih yang harus benar-benar diajarkan kepada para santri serta umat pada umumnya.
Seandainya para Kyai itu mau mengkaji kembali ajaran dan tradisi budaya yang berurat berakar yang telah dikritisi dan digugat oleh banyak pihak. Bukan hanya oleh Kyai Afrokhi sendiri, namun juga dari para ulama tanah haram juga telah menggugat dan mengkritisi penyakit kronis dalam aqidah NU yang telah mengakar mengurat kepada para santri dan masyarakat. Jika mereka itu mau mendengarkan perkataan para ulama itu, tentunya penyakit-penyakit kronis yang ada dalam tubuh NU akan bisa terobati. Aqidah umatnya akan terselamatkan dari penyakit TBC (Tahayul, Bid’ah, Churofat). Sehingga Kyai-kyai NU, habib, Gus serta asatidznya lebih dewasa jika ada orang yang mau dengan ikhlas menunjukkan kesesatan yang ada dalam ajaran NU dan yang telah banyak menyimpang dari tuntunan Rasulullah dan para sahabatnya. Maka, Insya Allah, NU khususnya dan para ‘alim NU pada umumnya akan menjadi barometer keagamaan dan keilmuan. ‘Alimnya yang berbasis kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahih, yang sesuai dengan misi NU itu sendiri sebagai Ahlussunnah wal Jama’ah, sehingga para ‘alim serta Kyai yang duduk pada kelembagaannya berhak menyandang predikat sebagai pewaris para Nabi.
Namun sayang, dakwah yang disampaikan oleh Kyai Afrokhi dipandang sebelah mata  oleh para Kyai NU setempat. Mereka juga meragukan keloyalan beliau terhadap ajaran NU. Dengan demikian, beliau harus menerima konsekuensi berupa pemecatan dari kepengurusan keanggotaannya sebagai a’wan NU Kandangan, Kediri, sekaligus dikucilkan dari lingkungan para kyai dan lingkungan pesantren. Mereka semua memboikot aktivitas dakwah Kyai Afrokhi.
Walaupun beliau mendapat perlakuan yang demikian, beliau tetap menyikapinya dengan ketenangan jiwa yang nampak terpancar dari dalam dirinya.
Siapakah yang berani menempuh jalan seperti jalan yang ditempuh oleh Kyai Afrokhi, yang penuh cobaan dan cobaan? Atau Kyai mana yang ingin senasib dengan beliau yang tiba-tiba dikucilkan oleh komunitasnya karena meninggalkan ajaran-ajaran tradisi yang tidak sesuai dengan syari’at Islam yang haq? Kalau bukan karena panggilan iman, kalau bukan karena pertolongan dari Allah niscaya kita tidak akan mampu.
Kyai Afrokhi adalah sosok yang kuat. Beliau menentang arus orang-orang yang bergelar sama dengan gelar beliau. yakni Kyai. Di saat banyak para Kyai yang bergelimang dalam kesyirikan, kebid’ahan dan tradisi-tradisi yang tidak sesuai dengan ajaran Islam yang haq, di saat itulah beliau tersadar dan menantang arus yang ada. Itulah jalan hidup yang penuh cobaan dan ujian.
Bagi Kyai Afrokhi untuk apa kewibawaan dan penghormatan tersandang, harta melimpah serta jabatan terpikul, namun murka Allah dekat dengannya, dan Allah tidak akan menolongnya di hari tidak bermanfaat harta dan anak-anak. Beliau lebih memilih jalan keselamatan dengan meninggalkan tradisi yang selama ini beliau gandrungi.
Inilah fenomena kyai yang telah bertaubat kepada Allah dari ajaran-ajaran syirik, bid’ah dan kufur. Walaupun Kyai Afrokhi ditinggalkan oleh para kyai ahli bid’ah, jama’ah serta santri beliau, ketegaran dan ketenangan beliau dalam menghadapi realita hidup begitu nampak dalam perilakunya. Dengan tawadhu’ serta penuh tawakkal kepada Allah, beliau mampu mengatasi permasalahan hidup.
Pernyataan taubat Kyai Afrokhi:
“Untuk itulah buku ini saya susun sebagai koreksi total atas kekeliruan yang saya amalkan dan sekaligus merupakan permohonan maaf saya kepada warga Nahdhatul Ulama (NU) dimanapun berada yang merasa saya sesatkan dalam kebid’ahan Marhabanan, baca barzanji atau diba’an, maulidan, haul dan selamatan dari alif sampai ya` yang sudah berbau kesyirikan dan juga sebagai wujud pertaubatan saya. Semoga Allah senantiasa menerima taubat dan mengampuni segala dosa-dosa saya yang lalu (Amin ya robbal ‘alamin)”
(Dinukil dan diketik ulang dengan gubahan seperlunya dari buku “Buku Putih Kyai NU” oleh Kyai Afrokhi Abdul Ghoni, Pendiri dan Pengasuh Ponpes Rohmatulloh-Kediri-, mantan A’wan Syuriah MWC NU Kandangan Kediri)
catatan: Note ini ditulis hanya semata-mata sebagai nasehat, bukan karena ada alasan sentimen atau kebencian terhadap sebuah kelompok. Silahkan nukil dan share serta pergunakan untuk kebutuhan dakwah ilalloh.
-Abu Shofiyah Aqil Azizi- jazahullah khairan
Artikel www.muslim.or.id

Menyingkap Keabsahan Halal Bihalal

Pengertian Halal Bihalal dan Sejarahnya
Secara bahasa, halal bihalal adalah kata majemuk dalam bahasa Arab dan berarti halal dengan halal atau sama-sama halal. Tapi kata majemuk ini tidak dikenal dalam kamus-kamus bahasa Arab maupun pemakaian masyarakat Arab sehari-hari. Masyarakat Arab di Makkah dan Madinah justru biasa mendengar para jamaah haji Indonesia –dengan keterbatasan kemampuan bahasa Arab mereka- bertanya ‘halal?’ saat bertransaksi di pasar-pasar dan pusat perbelanjaan. Mereka menanyakan apakah penjual sepakat dengan tawaran harga yang mereka berikan, sehingga barang menjadi halal untuk mereka. Jika sepakat, penjual akan balik mengatakan “halal”. Atau saat ada makanan atau minuman yang dihidangkan di tempat umum, para jamaah haji biasa bertanya “halal?” untuk memastikan bahwa makanan / minuman tersebut gratis dan halal untuk mereka.
Kata majemuk ini tampaknya memang ‘made in Indonesia’. Kata halal bihalal justru diserap Bahasa Indonesia dan diartikan sebagai “hal maaf-memaafkan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadhan, biasanya diadakan di sebuah tempat (auditorium, aula, dsb) oleh sekelompok orang dan merupakan suatu kebiasaan khas Indonesia.” [1]
Penulis Iwan Ridwan menyebutkan bahwa halal bihalal adalah suatu tradisi berkumpul sekelompok orang Islam di Indonesia dalam suatu tempat tertentu untuk saling bersalaman sebagai ungkapan saling memaafkan agar yang haram menjadi halal. Umumnya kegiatan ini diselenggarakan setelah melakukan salat Idul Fitri.[2] Kadang-kadang, acara halal bihalal juga dilakukan di hari-hari setelah Idul Fitri dalam bentuk pengajian, ramah tamah atau makan bersama.
Konon, tradisi halal bihalal mula-mula dirintis oleh KGPAA Mangkunegara I (lahir 8 April 1725), yang terkenal dengan sebutan ‘Pangeran Sambernyawa’. Untuk menghemat waktu, tenaga, pikiran, dan biaya, maka setelah salat Idul Fitri diadakan pertemuan antara raja dengan para punggawa dan prajurit secara serentak di balai istana. Semua punggawa dan prajurit dengan tertib melakukan sungkem kepada raja dan permaisuri. Apa yang dilakukan oleh Pangeran Sambernyawa itu kemudian ditiru oleh organisasi-organisasi Islam dengan istilah halal bihalal. Kemudian instansi-instansi pemerintah/swasta juga mengadakan halal bihalal, yang pesertanya meliputi warga masyarakat dari berbagai pemeluk agama.[3]
Halal bihalal dengan makna seperti di atas juga tidak ditemukan penyebutannya di kitab-kitab para ulama. Sebagian penulis dengan bangga menyebutkan bahwa halal-bihalal adalah hasil kreativitas bangsa Indonesia dan pribumisasi ajaran Islam di tengah masyarakat Indonesia[4]. Namun, dalam kaca mata ilmu agama, hal seperti ini justru patut dipertanyakan; karena semakin jauh suatu amalan dari tuntunan kenabian, ia akan semakin diragukan keabsahannya. Islam telah sempurna dan penambahan padanya justru mengurangi kesempurnannya. Tulisan pendek ini berusaha mengulas keabsahan tradisi halal bihalal menurut pandangan syariah.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan halal bihalal bukanlah tradisi saling mengunjungi di hari raya Idul Fitri yang juga umum dilakukan di dunia Islam yang lain. Tradisi ini keluar dari pembahasan tulisan ini, meskipun juga ada acara bermaaf-maafan di sana.
Hari raya dalam Islam harus berlandaskan dalil (tauqifiy)
Hukum asal dalam bab ibadah adalah bahwa semua ibadah haram sampai ada dalilnya. Sedangkan dalam bab adat dan muamalah, segala perkara adalah halal sampai ada dalil yang mengharamkannya. Perayaan hari raya (‘id) sebenarnya lebih dekat kepada bab mu’amalah. Tapi masalah ‘id adalah pengecualian, dan dalil-dalil menunjukkan bahwa ‘id adalah tauqifiy (harus berlandaskan dalil). Hal ini karena ‘id tidak hanya adat, tapi juga memiliki sisi ibadah. Asy-Syathibi mengatakan:
وإن العاديات من حيث هي عادية لا بدعة فيها، ومن حيث يُتعبَّد بها أو تُوْضع وضْع التعبُّد تدخلها البدعة.
“Dan sungguh adat istiadat dari sisi ia adat, tidak ada bid’ah di dalamnya. Tapi dari sisi ia dijadikan/diposisikan sebagai ibadah, bisa ada bid’ah di dalamnya.” [5]
Dan tauqifiy dalam perayaan ‘id memiliki dua sisi:
  1. Tauqifiy dari sisi landasan penyelenggaraan, di mana Nabi –shallallah ‘alaih wasallam- membatasi hanya ada dua hari raya dalam satu tahun, dan hal ini berdasarkan wahyu.
    عَنْ أَنَسِ بْنَ مَالِكٍ قَالَ: قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ وَلَهُمْ يَوْمَانِ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَا هَذَانِ الْيَوْمَانِ؟ قَالُوا: كُنَّا نَلْعَبُ فِيهِمَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ. قَالَ: إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا؛ يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ النَّحْرِ.
    Anas bin Malik berkata: “Rasulullah –shallallah ‘alaih wasallam- datang ke Madinah dan penduduknya memiliki dua hari di mana mereka bermain di dalamnya. Maka beliau bertanya: “Apakah dua hari ini?” Mereka menjawab: “Dahulu kami biasa bermain di dua hari ini semasa Jahiliyah.” Beliaupun bersabda: “Sungguh Allah telah menggantikannya dengan dua hari yang lebih baik, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha.” (HR Abu Dawud no. 1134, dihukumi shahih oleh al-Albani) [6]Maka, sebagai bentuk pengalaman dari hadits ini, pada zaman Nabi –shallallah ‘alaih wasallam- dan generasi awal umat Islam tidak dikenal ada perayaan apapun selain dua hari raya ini [7], berbeda dengan umat Islam zaman ini yang memiliki banyak sekali hari libur dan perayaan yang tidak memiliki landasan syar’i.
  2. Tauqifiy dari sisi tata cara pelaksanaannya, karena dalam Islam, hari raya bukanlah sekedar adat, tapi juga ibadah yang sudah diatur tata cara pelaksanaannya. Setiap ibadah yang dilakukan di hari raya berupa shalat, takbir, zakat, menyembelih dan haramnya berpuasa telah diatur. Bahkan hal-hal yang dilakukan di hari raya berupa keleluasaan dalam makan minum, berpakaian, bermain dan bergembira juga tetap dibatasi oleh aturan-aturan syariah [8].

Pengkhususan membutuhkan dalil
Di satu sisi Islam telah menjelaskan tata cara perayaan hari raya, tapi di sisi lain tidak memberi batasan tentang beberapa sunnah dalam perayaan ‘id, seperti bagaimana menampakkan kegembiraan, bagaimana berhias dan berpakaian, atau permainan apa yang boleh dilakukan. Syariah Islam merujuk perkara ini kepada adat dan tradisi masing-masing.
Jadi, boleh saja umat Islam berkumpul, bergembira, berwisata, saling berkunjung dan mengucapkan selamat. Bahkan kegembiraan ini perlu ditekankan agar anggota keluarga merasakan hari yang berbeda dan puas karenanya, sehingga mereka tidak tergoda lagi dengan hari besar-hari besar yang tidak ada dasarnya dalam Islam [9].
Namun mengkhususkan hari Idul Fitri dengan bermaaf-maafan membutuhkan dalil tersendiri. Ia tidak termasuk dalam menunjukkan kegembiraan atau berhias yang memang disyariatkan di hari raya. Ia adalah wazhifah (amalan) tersendiri yang membutuhkan dalil.
Nabi –shallallah ‘alaih wasallam- dan para sahabat tidak pernah melakukannya, padahal faktor pendorong untuk bermaaf-maafan juga sudah ada pada zaman mereka. Para sahabat juga memiliki kesalahan kepada sesama, bahkan mereka adalah orang yang paling bersemangat utnuk membebaskan diri dari kesalahan kepada orang lain. Tapi hal itu tidak lantas membuat mereka mengkhususkan hari tertentu untuk bermaaf-maafan.
Jadi, mengkhususkan Idul Fitri untuk bermaaf-maafan adalan penambahan syariah baru dalam Islam tanpa landasan dalil. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata:
فَكُلُّ أمرٍ يَكُوْنُ المُقْتَضِي لِفعْلِه عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَوْجُوْداً لَوْ كَانَ مَصْلَحَةً وَلَمْ يُفْعَلْ، يُعْلَمُ أنَّهُ لَيْسَ بِمَصْلَحَةٍ.
“Maka setiap perkara yang faktor penyebab pelaksanaannya pada masa Rasulullah –shallallah ‘alaih wasallam- sudah ada jika itu maslahat (kebaikan), dan beliau tidak melakukannya, berarti bisa diketahui bahwa perkara tersebut bukanlah kebaikan.” [10]

Serupa dengan bersalam-salaman setelah shalat dan mengkhususkan ziarah kubur di hari raya
Karena tidak dikenal selain di Indonesia dan baru muncul pada abad-abad terakhir ini, tidak banyak perkataan ulama yang membahas secara khusus tentang halal bihalal. Namun ada masalah lain yang memiliki kesamaan karakteristik dengan halal bihalal dan sudah banyak dibahas oleh para ulama sejak zaman dahulu, yaitu masalah berjabat tangan atau bersalam-salaman setelah shalat dan pengkhususan ziarah kubur di hari raya.
Berjabat tangan adalah sunnah saat bertemu dengan orang lain, sebagaimana dijelaskan dalam hadits berikut:
عَنِ الْبَرَاءِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ فَيَتَصَافَحَانِ إِلاَّ غُفِرَ لَهُمَا قَبْلَ أَنْ يَتَفَرَّقَاََََ
Dari al-Bara’ (bin ‘Azib) ia berkata: Rasulullah –shallallah ‘alaih wasallam- bersabda: “Tidaklah dua orang muslim bertemu lalu berjabat tangan, melainkan keduanya sudah diampuni sebelum berpisah.” (HR. Abu Dawud no. 5.212 dan at-Tirmidzi no. 2.727, dihukumi shahih oleh al-Albani) [11]
Tapi ketika sunnah ini dikhususkan pada waktu tertentu dan diyakini sebagai sunnah yang dilakukan terus menerus setiap selesai shalat, hukumnya berubah; karena pengkhususan ini adalah tambahan syariah baru dalam agama. Di samping itu, bersalama-salaman setelah shalat juga membuat orang tersibukkan dari amalan sunnah setelah shalat yaitu dzikir [12].
Ibnu Taimiyyah ditanya tentang masalah ini, maka beliau menjawab: “Berjabat tangan setelah shalat bukanlah sunnah, tapi itu adalah bid’ah, wallahu a’lam“ [13].
Lebih jelas lagi, para ulama menghitung pengkhususan ziarah kubur di hari raya termasuk bid’ah[14] ,padahal ziarah kubur juga merupakan amalan yang pada dasarnya dianjurkan dalam Islam, seperti dijelaskan dalam hadits berikut:
عَنْ بُرَيْدَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنِّي كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا؛ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الْآخِرَة
Dari Buraidah (al-Aslami) ia berkata: Rasulullah –shallallah ‘alaih wasallam- bersabda: “Sungguh aku dulu telah melarang kalian berziarah kubur, maka sekarang berziarahlah; karena ia mengingatkan akhirat.” (HR Ashhabus Sunan, dan lafazh ini adalah lafazh Ahmad (no. 23.055) yang dihukumi shahih oleh Syu’aib al-Arnauth)
Demikian pula berjabat tangan dan bermaaf-maafan adalah bagian dari ajaran Islam. Namun ketika dikhususkan pada hari tertentu dan diyakini sebagai sunnah yang terus menerus dilakukan setiap tahun, hukumnya berubah menjadi tercela. Wallahu a’lam.

Beberapa pelanggaran syariah dalam halal bihalal
Di samping tidak memiliki landasan dalil, dalam halal bihalal juga sering didapati beberapa pelanggaran syariah, di antaranya:
  1. Mengakhirkan permintaan maaf hingga datangnya Idul Fitri. Ketika melakukan kesalahan atau kezhaliman pada orang lain, sebagian orang menunggu Idul Fitri untuk meminta maaf, seperti disebutkan dalam ungkapan yang terkenal “urusan maaf memaafkan adalah urusan hari lebaran”. Dan jadilah “mohon maaf lahir batin” ucapan yang “wajib” pada hari Raya Idul Fitri. Padahal belum tentu kita akan hidup sampai Idul Fitri dan kita diperintahkan untuk segera menghalalkan kezhaliman yang kita lakukan, sebagaimana keterangan hadits berikut:
    عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ كَانَتْ عِنْدَهُ مَظْلِمَةٌ لِأَخِيهِ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهَا؛ فَإِنَّهُ لَيْسَ ثَمَّ دِينَارٌ وَلا دِرْهَمٌ مِنْ قَبْلِ أَنْ يُؤْخَذَ لِأَخِيهِ مِنْ حَسَنَاتِهِ، فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ أَخِيهِ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ
    Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah –shallallah ‘alaih wasallam- bersabda: “Barang siapa melakukan kezhaliman kepada saudaranya, hendaklah meminta dihalalkan (dimaafkan) darinya; karena di sana (akhirat) tidak ada lagi perhitungan dinar dan dirham, sebelum kebaikannya diberikan kepada saudaranya, dan jika ia tidak punya kebaikan lagi, maka keburukan saudaranya itu akan diambil dan diberikan kepadanya”. (HR. al-Bukhari nomor 6.169)
  2. Ikhtilath (campur baur lawan jenis) yang bisa membawa ke maksiat yang lain, seperti pandangan haram dan zina. Karenanya, Nabi –shallallah ‘alaih wasallam- melarangnya, seperti dalam hadits Abu Usaid berikut:
    عَنْ أَبِى أُسَيْدٍ الأَنْصَارِىِّ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ وَهُوَ خَارِجٌ مِنَ الْمَسْجِدِ فَاخْتَلَطَ الرِّجَالُ مَعَ النِّسَاءِ فِى الطَّرِيقِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لِلنِّسَاءِ « اسْتَأْخِرْنَ فَإِنَّهُ لَيْسَ لَكُنَّ أَنْ تَحْقُقْنَ الطَّرِيقَ عَلَيْكُنَّ بِحَافَاتِ الطَّرِيقِ ». فَكَانَتِ الْمَرْأَةُ تَلْتَصِقُ بِالْجِدَارِ حَتَّى إِنَّ ثَوْبَهَا لَيَتَعَلَّقُ بِالْجِدَارِ مِنْ لُصُوقِهَا بِهِ.
    Dari Abu Usaid al-Anshari ia mendengar Rasulullah –shallallah ‘alaih wasallam- berkata saat keluar dari masjid dan kaum pria bercampur baur dengan kaum wanita di jalan. Maka beliau mengatakan kepada para wanita: “Mundurlah kalian, kalian tidak berhak berjalan di tengah jalan, berjalanlah di pinggirnya.” Maka para wanita melekat ke dinding, sehingga baju mereka menempel di dinding, saking lekatnya mereka kepadanya”. (HR. Abu Dawud no. 5272, dihukumi hasan oleh al-Albani) [15]
  3. Berjabat tangan dengan lawan jenis yang bukan mahram. Maksiat ini banyak diremehkan oleh banyak orang dalam halal bihalalatau kehidupan sehari-hari, padahal keharamannya telah dijelaskan dalam hadits berikut:
    عن مَعْقِل بن يَسَارٍ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:”لأَنْ يُطْعَنَ فِي رَأْسِ أَحَدِكُمْ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لا تَحِلُّ لَهُ”
    Dari Ma’qil bin Yasar ia berkata: Rasulullah –shallallah ‘alaih wasallam- bersabda: “Sungguh jika seorang di antara kalian ditusuk kepalanya dengan jarum dari besi, itu lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya”. (HR. ath-Thabrani, dihukumi shahih oleh al-Albani) [16]
    Al-Albani berkata: “Ancaman keras bagi orang yang menyentuh wanita yang tidak halal baginya. Di dalamnya terkandung dalil haramnya menjabat tangan wanita, karena tidak diragukan lagi bahwa berjabat tangan termasuk menyentuh. Banyak umat Islam yang jatuh dalam kesalahan ini, bahkan sebagian ulama.” [17]

Penutup
Dari paparan di atas, bisa kita simpulkan bahwa yang dipermasalahkan dalam halal bihalal adalah pengkhususan bermaaf-maafan di hari raya. Pengkhususan ini adalah penambahan syariah baru yang tidak memiliki landasan dalil. Jadi seandainya perkumpulan-perkumpulan yang banyak diadakan untuk menyambut Idul Fitri kosong dari agenda bermaaf-maafan, maka pertemuan itu adalah pertemuan yang diperbolehkan; karena merupakan ekspresi kegembiraan yang disyariatkan Islam di hari raya, dan batasannya merujuk ke adat dan tradisi masyarakat setempat. Tentunya jika terlepas dari pelanggaran-pelanggaran syariah, antara lain yang sudah kita sebutkan di atas. Selain di Indonesia, pertemuan yang umum disebut mu’ayadah (saling mengucapkan selamat ‘id) ini juga ada di belahan dunia Islam lain tanpa pengingkaran dari ulama.
Bagi yang mengatakan “ah, cuma begini saja kok tidak boleh!“, ingatlah bahwa Nabi –shallallah ‘alaih wasallam- menyebut setiap perkara baru dalam agama sebagai syarrul umuur (seburuk-buruk perkara). Maka bagaimana kita bisa meremehkannya? Setiap muslim harus berhati-hati dengan perkara-perkara baru yang muncul belakangan. Amalkanlah sunnah dan Islam yang murni, karena itulah wasiyat Nabi tercinta –shallallah ‘alaih wasallam-. Wallahu a’lam.

[1] http://bahasakita.com/2009/08/23/halal-bi-halal2/
[2] http://bahasakita.com/2009/08/23/halal-bi-halal2/
[3] http://bahasakita.com/2009/08/23/halal-bi-halal2/
[4] http://bahasakita.com/2009/08/23/halal-bi-halal2/
[5] Al-I’tisham, 2/98
[6] Shahih Sunan Abi Dawud, 4/297
[7] Iqtidha’ ash-Shirath al-Mustaqim, 1/499
[8] Mi’yarul Bid’ah hal. 262
[9] Iqtidha’ ash-Shirath al-Mustaqim, 2/6
[10] Iqtidha’ ash-Shirath al-Mustaqim, 2/101
[11] As-Silsilah ash-Shahihah, 2/24 no. 525
[12] Fatawa Syaikh Abdullah bin ‘Aqiel, 1/141.
[13] Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyyah, 23/339
[14] Al-A’yad wa Atsaruha ‘alal Muslimin, hal. 247
[15] As-Silsilah ash-Shahihah, 2/355 no. 856
[16] Ghayatul Maram, 1/137
[17] Majmu’ Fatawa al-Albani, 1/220 (asy-Syamilah)

Penulis: Ustadz Anas Burhanuddin MA.
Artikel Muslim.Or.Id